"Aku tahu sulit untuk dipercaya. Aku baru tahu tadi pagi. Mama dan Papa telah merahasiakan selama ini. Kamu tidak bisa---tidak sekarang setelah kita tahu siapa dia."
Surya membalas tatapanku. "Bagaimana kamu tahu dia memang betul kakak kandung kita? Kamupunya bukti?"
"Lihat dia. Siapa lagi yang kamu kenal dengan mata hijau dan rambut cokelat dengan warna yang persis seperti itu?"
"Ada banyak manusia berambut cokelat bermata hijau di dunia. Itu tidak berarti semua saudara kita."
"Kamu tahu apa yang aku maksud. Lihat dia! Keiko persis seperti kita!" aku berteriak. "Lihat baik-baik! Dia punya hidung Mama dan dagu Papa. Lihat baik-baik. Jauh di lubuk hatimu, kamu tahu kamu tidak bisa membantahnya. Buka matamu sekali saja, abaikan aturan dan protokol. Dunia ini bukan hanya hitam dan putih, Sur. Kamu tidak bisa membunuh kakamu begitu saja karena negitu menurut peraturan."
Surya menatap tajam ke arahnya, seolah mencari sesuatu yang tidak dilihat sebelumnya. "Kamu... kamu benar. Dia mirip sekali dengan kita. Kalaupun benar, mengapa Papa dan mama tidak memberi tahu kita? Mengapa mereka merahasiakannya?"
Aku menghela nafas panjang. "Mereka menyerahkannya ke panti asuhan ketika mereka masih remaja. Dia dua tahun lebih tua darimu."
"Dua tahun, ya? Berarti umurnya dua puluh empat tahun."
Surya menyelipkan pistol ke sabuk pinggangnya dan kemudian mengusap rambutnya, kebiasaan jika emosi sedang membanjiri dirinya. "Kamu seharusnya memberitahuku langsung begitu kita terbang dari rumah sakit."
"Seperti yang kubilang, aku baru tahu. Lagi pula, aku berjanji pada Mama untuk tidak mengatakan apa-apa padamu. Mama ingin memberitahumu dengan caranya sendiri... hari ini."
"Jadi, bagaimana kamu mengetahuinya?"