Aku menguraikan kejadian di apartemen Ranya.
"Dan si pembunuh meninggalkan apartemen dengan cara yang sama dengan yang caramu, melalui balkon?"
Aku mengangguk. "Setelah terlebih dahulu menyelipkan kunci pintu di bawah pintu depan."
Prima mengerutkan kening. "Itulah yang membuatku bingung, Han. Mengapa dia memudahkan kau menemukan mayat dengan begitu cepat? Kau pasti setuju bahwa seorang pembunuh ingin memberi dirinya banyak waktu untuk kabur."
"Itulah yang terjadi padaku."
Aku menyesap brendiku, mencoba menikmatinya.
"Atau," Prima memejamkan mata berpikir. "Kau diminta datang ke apartemen oleh si pembunuh. Dia memberi kau kuncinya, yakin betul kau akan masuk. Kemudian, dia memberi tahu polisi bahwa telah terjadi pembunuhan. Polisi datang ke apartemen, menemukan kau di sana dengan mayat korban. Dan---"
"Aku memang diminta datang ke apartemen, tapi oleh Ranya."
Prima memandangiku dengan santai dari tepi gelasnya. "Jadi dia pembunuhnya?"
"Oh, come on, Han!" bantahku putus asa. "Ranya tidak ada hubungannya dengan pembunuhan itu. Aku mengawasinya dari kamar tidur saat dia masuk ke apartemen. Dia ketakutan ketika dia melihat mayat itu. Dia juga yang memanggil polisi."
"Saksi yang meringankan silahkan kembali ke tempat," katanya