Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

PTSD

22 Februari 2023   17:33 Diperbarui: 22 Februari 2023   17:52 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://news.uthscsa.edu/

Kamu akui kalau kamu sedikit cemburu pada para penyintas yang berbicara menentang politisi dan menyerang selebriti. Kamu berharap dapat menghancurkan hidup seorang pria hidung belang dengan bersikap jujur. Tapi orang yang menyerangmu dengan gigi dan kuku serta bagian tumpul tubuhnya tidak terkenal.

Ketika lingkaran introspeksi ini selesai, ketika kamu telah menyunting kemarahanmu menjadi prosa dan memamah dampak trauma, dan mungkin, ketika kamu telah sembuh, kamu bertanya-tanya apakah kamu akan menjadi orang yang tidak berkepribadian,  tanpa bisa bicara apa-apa. Apa yang akan kamu khawatirkan saat ini selesai?

Di lorong dekat mesin fotokopi, kamu mendengarkan rekan lain membahas plagiarisme mahasiswa. Kamu mengangguk dan menghindari kontak mata. Mungkin kamu akan mencoba kontak mata besok.

Kolegamu berdiri dengan aroma parfum menguar merontokkan bulu hidung. Untuk setiap langkah mundur yang kamu lakukan, dia mengambil langkah maju. Tapi ketakutan yang kurang konkret mengalihkan perhatianmu dari dansa salsa maju mundur cantik.

Siapa yang melompat-lompat di lorong? Terlihat mencurigakan. Santai saja. Itu pengantar makanan.

Kamu mengambil napas dalam-dalam. Kecemasanmu tak masuk logika, sambil tertawa, mengembalikan nalar ke otakmu.

Kamu tiba-tiba pergi begitu saja saat kolegamu sedang mengoceh, berbalik tanpa transisi.

Orang mungkin mengatakan kamu sedikit aneh. Kamu 'memiliki beberapa sifat yang eksentrik'. Kamu bisa hidup dengan itu. Syukurlah, akademisi dan ilmuwan tampaknya memaafkan ketidakmampuan sosial.

Sepulang bekerja, pesanlah espresso dan duduklah di kafe dengan punggung menghadap ke dinding. Perhatikan semua pengunjung mengenakan kemeja flanel. Kamu tidak pernah tahu apa yang menyebabkan kemeja flanel menjadi mode.

Saat berjalan pulang, kamu melewati pasangan lansia yang bergandengan tangan. Tetaplah waspada. Cari di tanah untuk senjata pertahanan diri: batu untuk dilempar, tongkat untuk disodok.

Dengan santai kamu mengambil kerucut buah cemara. Pinggirannya yang terkelupas dan terasa lengket, menempatkan khayal dirimu di Anyer.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun