Handaka pergi segera setelah itu. Setidaknya kami sempat mengucapkan selamat tinggal.
Suasana menjadi canggung saat kita mencoba menghindari tatapan satu sama lain.
 "Tapi terima kasih," kataku akhirnya. "Anda tanpa sadar telah mengabadikan momen yang indah. Anda telah membuat kami abadi."
Aku menyentuh sapuan kuas kasar di kanvas. Aku merasakan gumpalan cat yang mendefinisikan cinta dalam hidupku. Dia merasa hidup, siap untuk menerjang air sedingin es. Aku merasakan tulang belakangku menggigil. Aku mendengar angin di rambutku dan deburan ombak. Burung camar menjerit dan berputar-putar di atas kepala. Aku mencicipi soda dan stroberi dan ciumannya di mulutku.
Aku mengikutinya dan melompat menerjang ombak.
Kamu menyentuh bahuku. Aku berbalik.
"Begitulah Handaka," kataku. Muncul di tempat yang paling tak terduga dan mengejutkanku.
Aku tersenyum dan keluar menembus hujan untuk melanjutkan hari-hariku.
Bandung, 26 Januari 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H