"Tanjung Lesung," katamu.
Aku mengangguk. Aku sudah tahu itu. "Dan bocah ini?"
"Anakku," katamu. "Dengan pesawat mainan barunya. Saya melukis potretnya setiap tahun, pada hari ulang tahunnya."
"Dua puluh dua Desember," kataku.
Matamu melebar. Aku mengangkat bahu dan menunjuk ke lukisan itu.
"Anda telah melukis saya ke dalam gambar Anda," kataku. "Di sana, di kejauhan, itulah kami."
Handaka dan aku.
Mulutmu menganga. Aku memalingkan muka. Aku ingat setiap menit hari itu.
"Hari bahagia terakhir kami bersama," bisikku.
Aku tidak akan pernah melupakannya. Kami piknik. Kami minum soda dan makan astroberi yang kami petik dari Lembang. Kami berenang di laut. Kami tertawa tanpa memikirkan masa depan.
Aku menatap langsung ke mata abu-abu lautmu. Tidak ada masa depan dan kita tahu itu.