Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pada Putih Mata Mereka

24 Januari 2023   22:58 Diperbarui: 24 Januari 2023   22:58 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pintu terbuka dan kami masuk ke dalam gerbong kereta yang akan membawa kami ke tujuan akhir. Kami duduk di kursi vinil, paha berbalut denim bersentuhan, tangan di sisi kami bertemu.

Aku mengatakan kepadanya bahwa semuanya akan baik-baik saja, dan akan menjadi lebih mudah, karena meskipun tidak, apa lagi yang bisa kukatakan?

Dia menganggukkan kepalanya dan bersandar di bahuku. Napasnya yang pendek mengembus tengkukku.

Aku menatap peta rute yang terpampang di dinding kereta yang putih kotor. Garis biru lingkaran dan perhentian, kata dan nama stasiun, ke sini dan kemudian ke kini.

Aku melihat ke bawah ke kepalanya yang sedang beristirahat dan mempelajari pembuluh darah ungu halus yang muncul dari pelipisnya. Segitiga yang menyebar di sepanjang telinganya dan di bawah garis rambutnya.

Aku memikirkan darah yang mengalir melalui pembuluh vena yang akan mendorongnya sampai akhir hari ini, sampai besok dan ke tempat baru.

Di seberang kami, sebuah keluarga yang khidmat duduk bertengger di atas barang bawaan mereka. Jari-jari mereka bagai terikat di pegangan koper plastik.

Aku membayangkan kehidupan dan nasib mereka di luar pintu kereta. Dan tentang kami dalam gelembung di dunia, hidup kami terjerat bersama.

Dia meremas tanganku, denyut kecil penegasan, kepakan terakhir. Aku tida balas meremas, membiarkan tangannya yang lelah terlepas dari tanganku ke celah di antara pinggul kami. Dia berbisik di telingaku.

"Kenapa kamu tidak membalas genggamanku?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun