Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Semoga Beruntung

7 Januari 2023   22:25 Diperbarui: 9 Januari 2023   09:06 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku meninggal di supermarket. Jari-jariku menggenggam panci susu stainless steel yang mengilap dari rak paling atas. Emulsi yoghurt stoberi memercik ke mokasin kulitku. Magdalena akan membunuhku. Noda itu tidak akan pernah bisa hilang.

Aku merasakan ubin keras lantai menghantam pipiku. Pramuniaga yang di dadanya tertulis Udin Kamarudin tadi bertanya 'Ada yang bisa dibantu?' tidak melakukan apa-apa. Rasa sakit menyerang dada kiriku.

Siapa yang meredupkan sinar lampu ruangan?

Suara-suara terdengar seperti berasal dari dasar kolam. Lalu hening.

***

Apakah Anda berminat untuk reinkarnasi? Opsi hijau.

Aku membaca tulisan yang tercetak dengan huruf sangat kecil.

Harap dicatat bahwa mendiang tidak dapat memilih tujuan, jenis kelamin atau agama.

Aku tak tertarik.

Brosur nirwana terlihat bagus: resor tepi pantai, berjemur di bawah sinar matahari.

Lagi-lagi aku tak tertarik.

Dia meninggalkanku dengan laporan tentang statusku.

Non-denominasi. Kompas moral yang kuat. Kandidat yang sangat tepat untuk departemen Takdir.

***

Ternyata seperti reality show di televisi. Magdalena akan sangat cocok di sini.

Mengamati, menunggu, memutar tombol. Lelaki itu dipecat dari pekerjaannya, Aku memberinya kekasih. Anjingnya mati, dia menemukan uang lima puluh ribu. Kopinya enak.

Suatu hari, aku sedang menonton takdir untuk Assad, lima puluh tujuh tahun. Penggemar steak Abuba dan cerutu Kuba, taman bunga, dan celana korduroi.

"Sudah kubilang anak itu akan menjadi penyebab kematianku."

Switchboard di depanku mulai berkedip. Manajerku datang. 

"Oh wow, dia sedang menguji takdir."

Aku membolak-balik buku petunjuk yang tebalnya dua ribu sembilan ratus empat puluh dua halaman.

Bab 5: Takhayul. Tentang Mantan Istri. Tokoh nyata. Kamu akan bertemu mereka di tempat kerja minggu depan.

Assad tidak melakukan apa-apa. Aku mendorongnya untuk mengubah tata letak perabot di ruang tamu, memasang cermin di kusen pintu. Apapun untuk menolak petaka. Tidak terjadi apa-apa.

Dia meninggal tiga minggu kemudian. Anak gadisnya yang berusia delapan belas tahun melindasnya saat mundur dari garasi. Gadis itu juga merusak tiga pot mawar kuning cina.

Saking sedihnya hati Assad hancur.

Assad datang bergabung di departemenku. Laki-laki yang baik. Kami sering minum bareng.

***

Itu adalah hari Minggu yang kelabu dan menyebalkan.

"Aku baca, kalau tangan sakit saat digerakkan begini, bisa jadi karena jantung. Kita harus berpikir tentang mengubah pola makanmu. Yoghurt rendah lemak atau yang semacamnya."

Aku mendongakkan kepala dari laptop.

"Magdalena, kalau aku betul-betul mati, kurasa bukan yoghurt yang jadi penyebabnya."

Bandung, 7 Januari 2023

Sumber ilustrasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun