Kamu kenal anak bandel yang namanya Bulbul? Dia tinggal di bedeng di sebelahku. Dinding kamarnya berbatasan dengan kamarku.
Kami tinggal di tempat pembuangan akhir.
Kecoak.
Tikus.
Dinding kayu lapis yang tipis dan lapuk.
Dan bau.
Jadi anak bandel ini, Bulbul, dia pengangguran. Tidak melakukan apa-apa. Sepanjang hari dia tidak melakukan apa-apa.
Dia tidak keluar bedeng. Dia tidak menonton tv. Dia tidak mendengarkan radio.
Tidak. Tidak ada hal lain yang dikerjakan selain bersiul. Dia anak laki-laki bandel yang suka bersiul. Tidak ada nada. Tidak ada lagu. Hanya volume naik dan turun dari waktu ke waktu. Mungkin tergantung pada suasana hatinya atau sesuatu yang datang dari mimpi.
Ketika aku bangun di pagi hari dan menjerang air dalam ketel, aku dapat mendengar dia bersiul di sebelah. Hanya bersiul.
Ketika aku pulang kerja, dia masih saja bersiul naik turun. Dan sepanjang malam juga.
Aku harus keluar dari bedeng untuk menghindarinya. Terutama untuk berjalan-jalan.
Hanya saja aku tidak punya uang untuk menonton film atau duduk di kedai yang hangat dan nyaman sambil minum kopi. Atau makan gorengan.
Aku harus meminjam uang dari abangku untuk membeli penyumbat telinga agar aku bisa tidur di malam hari. Karena Bulbul anak laki-laki bandel yang tinggal di bedeng sebelah  tidak pernah berhenti bersiul. Dia hanya berhenti jika tertidur.
Dia.
Tidak. Pernah.
Berhenti.
Bersiul.
Bandung, 1 Januari 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H