Jejak gelembung udara meletus ke permukaan. Melihat tubuh Miko yang atletis dan kecokelatan menghilang di kedalaman, Tiwi menggigit bibirnya pertanda khawatir yang dalam.
"Kita harus menyusul Miko," katanya menatap Zaki, menunggu jawaban.
"Dengar, kita hanya akan menghalangi. Miko adalah kesempatan terbaik kita untuk menemukan jalan keluar."
Gadis itu menatap jaket pelampung Miko yang terombang-ambing di riak permukaan air. "Bagaimana jika air berubah menjadi warna gelap? Dia akan buta seperti axolotl, kelelawar, dan teripang digabung menjadi satu."
Tatapan Zaki tertuju padanya. "Ini baru tiga puluh detik. Jika ada yang bisa melakukan ini, sudah pasti Miko. Ingat, dia adalah free diver yang berpengalaman. Dia sudah menyelam selama berapa tahun, ingat?"
Tiwi berharap Zaki benar, tetapi entah bagaimana kata-kata Zaki gagal meyakinkannya. Dia duduk di batu di dekatnya dan memejamkan mata, menunggu Miko muncul kembali.
Detik demi detik perlahan berlalu. Pada saat lima menit terlewati, dia tak tahan lagi, menggigiti ujung jaket pelampungnya. Permukaan air tetap tenang, tidak ada riak atau gelembung yang terlihat.
Di mana Miko?
Dia berdiri dan mengintip ke dalam air.
"Apakah menurutmu dia baik-baik saja?"
Keyakinan terpancar di wajah lelah Zaki. "Gua sebesar ini bisa memiliki banyak rongga. Mungkin Miko sudah menemukannya."
Tiwi mencengkeram rompi kuningnya. Jantungnya berdebar kencang.
Aku harus berpikir positif, pikirnya. Tetapi ternyata tidak semudah yang dikatakan.
Bagaimana jika Miko tersesat? Atau lebih buruk lagi, bagaimana jika dia kehabisan udara?
"Hei, kalian denger suara gue, nggak?" Suara Miko bergema dari sisi lain dinding gua.
"Kalian siap untuk membobol penjara? Gue udah lihat daratan, dan itu---wow!---Kalian nggak akan percaya! Amazing, bro!"
"Wuuuhu!" teriak Zaki. "Mik, lu emang keren!"
Tiwi tersenyum sementara air matanya kembali mengalir. "Dia baik-baik saja. Dia menemukan jalan keluar."
Mata biru Zaki berbinar saat dia menyeringai. "Ini adalah berita terbaik yang pernah ada!"
Tiwi menangkupkan tangannya seperti megafon dan mengarahkan suaranya ke celah tinggi di batu. "Fantastis! Kamu berhasil, Mik. Tarik napas dalam-dalam dan cepat ke sini."
Dia tersenyum semakin lebar ketika lengan Zaki melingkari pinggangnya dan membawanya ke air yang dalam.
Beberapa menit berlalu sebelum Miko muncul dengan napas terengah-engah. Menghembuskan napas lega, Tiwi memeluknya dan bersandar nyaman di pelukannya.
Miko mengatur napasnya. Matanya yang hijau zamrud melotot di bawah rambut pirangnya yang acak-acakan.
Tiwi menatapnya sambil bertanya, "Seperti apa di bawah sana?"
"Gue Cuma bisa bilang ... wow! Airnya jernih banget. Gue udah lihat semuanya---semuanya! Ada ikan tropis, batu melengkung, hamparan karang yang menakjubkan, dan---"
Zaki tertawa. "Pelan-pelan, pelan-pelan. Lu ngomong kayak dikejar setan."
Tiwi senang melihat Miko begitu bersemangat, terutama karena cowok itu telah berhasil menemukan jalan keluar.
"Kedengarannya bagus."
Miko memamerkan senyum khasnya. "Bagus? Luar biasa! Ada warna di bawah sana yang bahkan belum pernah ditemukan oleh Crayola! Dan ada banyak jenis ikan yang belum pernah gue lihat sebelumnya dalam hidup gue."
Dia meremas tangan Tiwi dan menepuk bahu Zaki. "Let's go, guys. Gue sampai ke lubang dua menit. Ada kantong udara di tengah jalan kalau kalian membutuhkannya. "
Tiwi menggenggam tangannya erat. "Apa kamu yakin? Aku hanya bisa menahan nafasku sebentar. Bagaimana jika aku pingsan?"
Miko menyeringai. "Hmm. Kalau begitu, gue yang membawa lu ke dqarat dan ngasih CPR."
"Emang lu paling demen kalo ngasih CPR," kata Jack.
"Kalo ngasih CPR ke lu gue bakalan muntah, deh," balas Miko.
Zaki tertawa sampai tersedak. "Sadieeez!"
Pernapasan mulut ke mulut? Nah, itu akan menjadi salah satu cara untuk mendapatkan Miko, kata Tiwi dalam hati. Kedengarannya seperti rencana yang brilian, kecuali bagian yang pingsan.
Dia tak ingin menghabiskan satu menit lagi di gua itu.
"Oke, mari kita keluar dari sini." Tiwi melepaskan jaket pelampungnya, begitu juga Zaki.
Air berubah menjadi biru langit saat Miko menoleh ke arah mereka. "Hitungan ketiga. Satu, dua, tiga!"
Tiwi menarik napas panjang dan dalam lalu menundukkan kepalanya  ke bawah air.
BERSAMBUNG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H