"Aku tidak tahu apa maksudmu," kata Steben.
"Kamu tidak tahu? Baiklah, aku akan memberitahumu. Segera setelah kamu mendapat kabar dari Emak Ema, kamu  menelepon Kujang. Kamu meneleponnya dan dia membutuhkan waktu lebih dari satu jam untuk sampai ke Warung Emak."
"Kamu gila!" seru Steben dengan nada marah. "Aku bahkan belum pernah mendengar ada orang yang namanya Kujang." Dia berjalan menuju pintu.
'Aku akan memberimu dua jutaasal kamu mau memberitahuku nomor yang kamu hubungi," kataku tenang.
Steben berhenti dan menatapku dengan waspada. "Dua juta hanya untuk nomor telepon?"
"Betul," jawabku. "Gampang, kan?"
"Kedengarannya terlalu gampang," katanya. "Apakah kamu punya uang tunai?"
Aku menyeberang ke meja dan membuka laci, mengeluarkan seikat uang dua puluh ribuan. Dengan santai aku melemparkannya ke atas meja. Steben yang terpesona, memperhatikanku.
"Mari kita luruskan ini," katanya. "Aku memberi kamu nomor telepon, dan dua juta ini jadi milikku. Benar?"
Dengan sabar, aku mengulangi kata-kataku. "Begitu kamu mendapat kabar dari Emak Ema, kamu  menelepon Kujang. Aku hanya ingin nomor yang kamu hubungi, itu saja."
Mata Steben terpaku pada pada tumpukan uang kertas di meja. Dia berjuang dalam pertempuran terakhir dengan kesetiaan yang salah tempat dan kalah.