"Laura? Hmm. Nggak ingat." Zaki terdiam sejenak. "Tapi lu kebanyak cewek, sih. Beneran gue nggak ada yang ingat namanya satu juga."
Zaki benar. Tiap minggu ada aja cewek cantik yang nempel di lengannya hampir setiap minggu. Tiwi bertanya-tanya bagaimana caranya agar dia bisa bersaing dengan semua cewek-cewek itu.
"Yuk, ah! Kita cari jalan keluar dari sini."
Tiwi berenang melalui kubah batu kapur yang besar, diikuti oleh Miko dan Zaki.
Miko memiringkan kepalanya ke kiri. "Hei, rasanya gue lihat ada celah. Lihat itu, Zak?"
Zaki menjulurkan lehernya. "Bukan, cuma bayangan, Bro."
Tiwi berbelok di tikungan dan berhenti, menatap ke seberang ruang yang luas, melewati gugusan stalagmit yang menjulang tinggi. Melalui lubang bergerigi yang tinggi di dinding batu, dia melihat sesuatu yang aneh. Bukan hanya satu, tapi dua matahari bersinar di langit. Sinarnya menembus awan gelap.
Apakah dia terlalu banyak meminum air asin yang membuatnya berhalusinasi?Â
Dia mencengkeram formasi batu yang kasar sampai buku-buku jarinya memutih. Bulu kuduknya di leherku berdiri. "Zaki! Miko! Buruan ke sini!"
BERSAMBUNG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H