"Apa yang kamu inginkan?" Jari-jarinya di pelatuk.
"Aku ingin membuat kesepakatan."
Agung mendengus. "Kamu pikir aku akan membuat kesepakatan, denganmu?"
"Ya... Ya, aku yakin. Dan kamu akan menyukainya."
Agung menatapnya tajam, pistolnya masih menempel di jidat Niranjana.
"Aku akan menyerahkan diriku. Tapi hanya setelah kamu menangkap beberapa teman penyihirku. Sekutu-sekutuku."
"Kenapa aku tidak menangkapmu sekarang saja?" Agung mencibir jijik. "Dan selesailah urusanku denganmu?"
"Aku membunuh adikmu," katanya sambil mencondongkan tubuh ke depan. "Aku menonjoknya dia begitu keras sampai rahangnya patah, lalu aku memasukkan tanganku ke dalam dadanya, dan aku merobek jantungnya."
"Mengapa kamu menceritakannya padaku?" Agung bertanya dengan suara bergetar. Tangannya gemetar, wajahnya basah oleh air mata dan keringat. "Diam! Tutup mulutmu!"
Nira tersenyum. "Aku memberitahumu karena aku ingin kamu mencoba mengerti, jika kamu bisa, bahwa aku ini sangat jahat. Bahwa aku akan menyeberangi sungai darah ribuan orang tak berdosa jika itu berarti aku akan mencapai sisi lain.Â
Setelah membunuh adikmu, aku pergi ke markasku, dan aku tidur. Seperti bayi. Tapi dengar, Detektif. Sudah kubilang bahwa adikmu sangat kuat. Meski tidak terlatih, tapi sangat kuat. Bahkan aku tidak bisa mengalahkannya sendirian."