"Oke, aku akan mencari bantuan. Temukan papaku." Tiwi melemparkan pandangan memohon terakhir pada Miko sebelum berbalik dan hampir terpelest karena lantai yang licin.
"Gue janji. Gue akan cari sampai ketemu!" Miko berteriak.
Dengan bersusah payah, Tiwi kembali ke ruang kemudi untuk melakukan kontak radio. Ketika dia membuka pintu, Zaki bergegas membantunya masuk. Bersama-sama, mereka melawan angin kencang sampai pintu akhirnya tertutup rapat.
"Aku akan mengirimkan SOS," kata Tiwi terengah-engah karena jantungnya berdebar kencang.
Kilatan petir menerangi langit malam. Tiwi menyalakan radio dan mengambil mikrofon. Dia terlonjak kaget ketika suara guntur menggelegar di atas kapal, seolah-olah seseorang telah melecutkan cambuk kerbau hanya beberapa sentimeter dari telinganya.
Dengan jari gemetar, dia menyetel ke Saluran 16. Suaranya serak saat memaksakan diri untuk berbicara. "Mayday, mayday, mayday! Ini Earth Wanderer. Adakah yang memonitor, ganti?"
Dia mencengkeram gagang telepon erat-erat dengan kedua tangan. "Siapa pun, tolong jawab!"
Tidak ada respon.
Dia melemparkan pandangan ketakutan ke arah Zaki yang sedang melepaskan bajunya yang basah kuyup.
"Lu udah yakin salurannya bener?" tanyanya ke Tiwi. Tatapannya fokus pada interkom.
Tiwi menelan ludah dan mengangguk. Air mengalir dari rambutnya dan turun ke pipi. Dia menempelkan badannya ke dinding kokpit untuk menjaga keseimbangan saat ombak menghantam haluan dengan keras.