Namanya Bahadur Harinaga.
Dan pada hari-hari seperti ini, ketika Citraloka beristirahat, dia akan pergi ke tempat ujung gua tempat sungai bermuara untuk menyalakan lilin dengan api biru.
Dia duduk di bangku panjang yang terbuat dari kayu yang dipotong dari pohon sagu purba, dan menghela nafas. Lalu CItraloka mengeluarkan kotak kayu berhiaskan bulu burung yang telah punah ratusan tahun lalu, meletakkannya di pangkuannya dan membukanya.
Tengkorak di dalamnya mengucapkan satu-satunya kalimat yang bisa diucapkannya sampai dunia berakhir.
"Citraloka, cintaku."
BERSAMBUNG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H