Itulah yang membuat Niranjana mengamuk, mungkin, Ketua Klub Penyihir Darah dan Air Mata itu berlutut di tanah. Pecahan kaca dan logam menusuk tangannya saat darahnya mengucur ke tanah.
Para penyihir lainnya melipir menjauh di tempat terbuka, menyaksikan dari kegelapan saat ketua mereka mengamuk penuh amarah. Mereka semua tahu bahwa berbicara dengannya sekarang berarti kematian, dan mereka semua lebih suka hidup.
"Bagaimana mereka bisa masuk?" teriaknya membahana membelah langit. "Bagaimana?"
***
"Jadi," kata Citraloka saat dia berdiri di pelataran. Matahari bersinar cerah di langit saat sore tiba.
Dia menatap ketiga begal. "Apakah kalian semua mengerti bagaimana caranya kita bisa masuk?"
Kei mengangguk sementara Burako dan Oloan memandang perempuan penyihir gila itu.
"Kau gila." Oloan membuka mulutnya. "Kau akan membunuh kami semua."
Burako memandang Citraloka, memutar-mutar Bedil Onyx di jarinya, senyum kecil terlihat di bibirnya. "Itu bisa berhasil," katanya.
Kei mengangguk setuju.
Oloan menggelengkan kepalanya. "Kalian bajingan loak. Aku tak mau. Kalian dengarlah omongan kalian itu? Dia merencanakan bunuh diri rame-rame. Dan semuanya untuk apa? Sebilah keris karatan?" Dia berdiri. "Aku tak ikut."