Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kasus Sang Harimau (Bab 39)

20 Oktober 2022   14:00 Diperbarui: 30 Mei 2023   19:58 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku kepikiran David Raja. Jelas dia sama sekali tidak ingin bertemu denganku, sama jelasnya dia entah bagaimana mengetahui bahwa aku berada di Anyer.

Aku mengutuk diriku sendiri karena tidak melacak panggilan itu, dan kemudian menyadari bahwa kemungkinan besar David Raja telah menggunakan telepon umum.

Pikiranku tentang David pupus dengan kehadiran Kirana. Dia cantik seperti biasa.

Danar pergi keluar malam itu, jadi kami menikmati kesempatan langka makan malam bersama. Dengan anggapan bahwa aku datang ke Anyer terutama untuk menemuinya, dia menyiapkan barbeque ala Korea. Aku memutuskan untuk menjadi pria sopan untuk tidak mengecewakannya. Dia benar-benar juru masak yang luar biasa. Belum lagi sebagai gadis paling cantik yang pernah saya temui dalam waktu yang cukup lama.

***

Minggu pagi itu cuaca cerah dan matahari bersinar terang. Aku bisa mendengar Bu Sulis sibuk dengan penyedot debunya saat aku berbaring di bak mandi.

Keluar dari bak mandi dan bercukur, dalam perjalanan ke kamar tidur aku berseru, "Bu Sulis, aku menunggu seseorang jam sebelas. Bisa selesai jam setengah sepuluh?"

Dia menatapku dengan pandangan mencela, dan dengan nada yang digunakan wanita kepada pria ketika mendiskusikan pekerjaan rumah tangga, dia berkata, 'Baiklah, Tuan. Tapi bagaimana dengan kamar tidurnya?'

"Kamar tidur bisa besok saja," kataku.

Tepat pukul sebelas kurang dua menit, bel pintu depan berbunyi.

Terlalu bagus untuk menjadi kenyataan, pikirku. David tidak hanya menepati janji, tetapi dia datang tepat waktu.

Dengan perasaan nyaris menyesal, aku menyadari bahwa tugasku hampir selesai. Aku telah menemukan David Raja Halomoan. Sekarang terserah Joko....

Namun, ketika aku membuka pintu, ternyata yang berdiri di hadapaku adalah Ratna Dadali.

Dia masuk ke ruang tamu dan menyampirkan selendang bulunya sembarangan di kursi.

"Halo, Han," sapanya dengan suara aneh tanpa nada.

Aku melirik jam. Jarum jam hampir menunjukkan pukul sebelas.

"Aku tidak mengharapkanmu pagi ini," kataku pelan.

"Aku tahu," jawabnya enteng.

"Ratna," kataku tergesa-gesa, "Aku benci terlihat tidak ramah, tetapi aku menunggu seseorang. Bisakah kamu datang lagi nanti?"

Dia berbalik menghadapku. Matanya memiliki lingkaran hitam di bawahnya, yang menandakan dia kurang tidur.

Ratna berkata dengan suara Lelah, 'Tidak apa-apa, Han, aku tahu semuanya. Kamu menunggu David."

"Siapa yang memberitahumu?"

"Aku menjumpainya," katanya datar. "Jumat malam. Dia memintaku untuk memberi tahu kamu kalau dia tidak akan datang pagi ini."

Mendadak aku merasakan gelombang kemarahan yang tak terkendali. "Kenapa tidak?" kataku ketus. "Dia sudah bilang pasti datang."

Ratna mengangkat bahu. "Aku tidak tahu. Dia hanya menyuruhku nuntuk menyampaikan pesan kepadamu."

Aku menangkap lengannya. "Di mana David?" bentakku keras tidak bisa menyembunyikan kemarahan dalam suaraku.

"Aku tidak tahu," dia mengulangi dengan nada datar tanpa ekspresi yang sama. "Aku tak bisa mengelak, Han. Dia meneleponku hari Jumat dan memintaku untuk menemuinya di sebuah kafe arah pantura. Aku mengemudi sendiri ke sana setelah shooting."

"Kafe macam apa?"

Kirana mengerutkan hidungnya dengan jijik. "Tempat pembuangan yang menakutkan yang disebut 'Warung Emak'' atau seperti itu, salah satu tempat berkumpul sopir truk."

"Tapi kenapa di kafe seperti itu? Dia tidak bisa begitu saja menghindar dariku."

"Aku tidak tahu," katanya. "Itu bukan ideku. Aku mencoba membujuknya untuk datang ke rumah, tetapi dia menolak."

"Baiklah," kataku. "Terus, apa yang terjadi?"

"Dia bilang dia telah berbicara denganmu dan bahwa kamu marah tentang utangnya padamu."

"'Aku berpura-pura kesal daripada biasanya,"kataku. 'Terutama karena aku ingin sekali bertemu dengannya secepat mungkin."

"Aku tahu," kata Ratna. "Ngomong-ngomong, dia mengatakan dengan jelas bahwa dia tidak akan menemuimu dan dia menyuruhku untuk membayarmu kembali. Dia memberiku cek."

Ratna membuka tas tangannya dan mengeluarkan selembar cek. "Ini."

Cek tersebut diberikan kepada Handaka Prima dan ditandatangani oleh Ratna Dadali. Nilainya empat miliar rupiah.

"Tapi ini gila," kataku. "Ini cek darimu, dibayar untukku."

"Aku tahu," jawab Ratna. "David memberiku uang tunai."

Aku menggaruk kepalaku bingung. "Tapi dari mana David mendapatkan uang empat miliar?"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun