"Siapa yang memberitahumu?"
"Aku menjumpainya," katanya datar. "Jumat malam. Dia memintaku untuk memberi tahu kamu kalau dia tidak akan datang pagi ini."
Mendadak aku merasakan gelombang kemarahan yang tak terkendali. "Kenapa tidak?" kataku ketus. "Dia sudah bilang pasti datang."
Ratna mengangkat bahu. "Aku tidak tahu. Dia hanya menyuruhku nuntuk menyampaikan pesan kepadamu."
Aku menangkap lengannya. "Di mana David?" bentakku keras tidak bisa menyembunyikan kemarahan dalam suaraku.
"Aku tidak tahu," dia mengulangi dengan nada datar tanpa ekspresi yang sama. "Aku tak bisa mengelak, Han. Dia meneleponku hari Jumat dan memintaku untuk menemuinya di sebuah kafe arah pantura. Aku mengemudi sendiri ke sana setelah shooting."
"Kafe macam apa?"
Kirana mengerutkan hidungnya dengan jijik. "Tempat pembuangan yang menakutkan yang disebut 'Warung Emak'' atau seperti itu, salah satu tempat berkumpul sopir truk."
"Tapi kenapa di kafe seperti itu? Dia tidak bisa begitu saja menghindar dariku."
"Aku tidak tahu," katanya. "Itu bukan ideku. Aku mencoba membujuknya untuk datang ke rumah, tetapi dia menolak."
"Baiklah," kataku. "Terus, apa yang terjadi?"