Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Rusunawa (Bab 35)

9 Oktober 2022   12:45 Diperbarui: 9 Oktober 2022   12:51 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anak itu mengusap ujung hidungnya dengan tangannya, meniru gaya mendiang Bruce Lee.

"Bawa makanan? Aku lapar."

Rano telah membuka wadah Tupperware dan harum sup memenuhi udara. Dia masih bisa mencium aromanya.

"Aku mencium bau masakan. Bagi sepiring dengan nasi sekalian," ucap si anak acuh tak acuh.

Rano bimbang sebelum akhirnya menjawab. "Aku hanya punya sup dan kalau kamu mau, aku akan memberimu sedikit. Tapi aku tidak punya nasi. Kamu bisa memasaknya sendiri."

Kamar di seberang mereka langsung terbuka dan seorang anak laki-laki melongok keluar. Dia memandang mereka, tertawa dan berjalan ke arah yang menurut dugaan Rano adalah tempat toilet asrama.

"Kamu menyuruhku memasak nasi?" kata anak laki-laki itu dengan nada rendah tapi mengancam.

Suaranya serak. Dia meludah ke lantai dan Rano menggeser kakinya sedikit dan melihat dengan jijik pada gumpalan dahak di lantai keramik. Mengerutkan wajahnya dengan marah, dia mengomel. "Apa-apaan, sih? Kalau enggak mau, ya sudah," kata Rano. "Kamu tidak bisa begitu saja datang ke kamarku dan meludah sembarangan. Aku belum kenal kamu, kamu tidak mengenalku. Jadi, sebaiknya jangan cari masalah."

Suaranya pelan dan tenang, tetapi tak urung menarik perhatian penghuni asrama lainnya. Mereka berdiri di depan pintu kamar masing-masing dan mengintip ke luar. Beberapa keluar dan menatap mereka. Dalam sekejap, lantai satu ramai dengan mahasiswa, semuanya diam.

"Kau menantang aku?" anak itu bertanya.

Rano tak menjawab, hanya balas menatap tajam. Dia berusaha mengencangkan kulit wajahnya agar penampilannya sesuai dengan bibirnya yang tak tersenyum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun