Dia lari bagai dikejar hantu dan naik ke ranjangnya. Daniel masih tidur. Dixie masih menangis.
Awalnya dia ragu-ragu, tapi kemudian mencium pipi Daniel. Mengambil kunci mobilnya dari nakas lalu keluar dari kamar tidur, meninggalkan rumah membiarkan pintu garasi terbuka.
Sebagai manajer cabang Bank Berlian, Sheira memegang semua kunci aset yang belum tentu dipegang oleh direktur sekali pun. Termasuk kunci griya tawang milik perusahaan.
Dari area parkir di basement, Sheira berjalan ke gedung dengan gaun tidur sambil bergumam kepada satpam tentang harus mengambil beberapa surat-surat. Dia menaiki lift menuju lantai teratas.
Dia sampai ke lantai yang dikuasai perusahaan, tapi Sheira terus berjalan. Dia menaiki tangga darurat menuju atap dan berjalan dengan tenang ke pagar besi setinggi pinggang, memanjatnya dan duduk di atasnya.
Dia menyeka wajahnya yang basah.
Dia menangis.
Oh.
Tangannya memeluk tubuhnya sendiri yang menggigil kedinginan diterpa angin malam.
Bandung tenang di malam hari. Lampu-lampu berkedip dibalik tirai kabut. Tidak ada teriakan, tidak ada klakson yang memekik. Hanya dengungan lembut mesin dan generator. Semua orang tidur. Saat itu jam setengah dua pagi.
Sheira mengayun-ayunkan kakinya sambil menangis. Satu-satunya hal yang bisa dia lakukan, hanya itu. Tidak ada jalan lain. Dia menjadi beban bagi mereka semua, bagi Daniel, bagi Adamas, bagi Lemma, dan bagi Dixie. Mereka akan lebih baik tanpanya. Dia mencengkeram pagar dengan erat, menarik napas dalam-dalam dan---