Tetangganya melambaikan tangan padanya. Rano mengangguk dan mencoba mencerahkan wajahnya sedikit dengan tersenyum.
Berjalan ke lorong, lalu ke belakang tempat drum tempat menyimpan air. Menuangkan isi ember dan keluar.
Mama Tolleng berjalan mendekat. Dia hadir di bak penampungan air ketika Rano bertarung dengan Lola. Matanya tertuju pada Rano dan mengacungkan jempol.
"Kamu melakukannya dengan baik. Kamu akan baik-baik saja," kata Mama Tolleng. Tangannya melambai-lambai ke udara memberi isyarat.
Mama Tolleng adalah penyewa baru yang pindah ke unit Tiur beberapa bulan setelah Tiur pindah. Dia punya dua anak. Rano meliriknya, tersenyum dan pergi.
Bini keluar dari dapur umum yang digunakan bersama oleh penghuni rusunawa. Bangunan tanpa pintu dan jendela hanya beberapa lubang ventilasi itu suram dan gelap. Atap seng tanpa langit-langit telah dilapisi jelaga asap dan berubah menjadi hitam gelap. Dinding bukan merupakan perkecualian. Penyewa yang tidak ingin memasak di kamar mereka, terkadang memasak di sana. Dapur lebih banyak digunakan sebagai kandang ayam, beberapa iguana, dan hewan peliharaan lainnya.
"Hei, Mama Tolleng," katanya sambil tersenyum.
"Hai, Mak Mimi," jawab Mama Tolleng.
Bini telah melahirkan seorang putri, Mimi. Orang yang mengenalnya sebelum dia melahirkan masih memanggilnya Bini dan hanya sedikit yang menyebutnya Mak Mimi.
"Hei, Rano," sapanya sambil menyesuaikan gendongannya yang nyaris terlepas dari pinggang.
Dia mengangkat telapak tangannya ke wajah dan mengusap tetesan keringat yang menggenang di jidatnya. Mengeringkan tangan di daster yang kusut sekaligus membenarkan posisi payudaranya.