Lola menyerbu Rano dan menarik kemejanya. Rano menepis tangannya hingga terlepas dan mendorong Lola hingga terhuyung mundur. Tenaga Lola melemah, napasnya mulai terengah-engah.
Tempik sorak membahana menyemarakkan area bak penampungan air rusunawa. Lola meraung seperti singa yang terluka.
Semua mengejek Lola. Mereka semua mencemoohnya. Gadis tak sanggup bertarung lagi karena kehabisan tenaga.
"Ih!" seorang gadis bocah mencibir menatap bibir Lola yang pecah. Darah mengalir menetes dari dagunya.
Lola melirik gadis kecil yang melihatnya dengan raut jijik. Dia mengusap dagunya dengan telapak tangan hingga menyentuh bibirnya. Telapak tangannya berlumuran darah dan bibirnya terasa nyeri.
Rano diam menatapnya. Tetes air mata mengalir membasahi pipi gadis yang keras kepala itu.
Rano menggelengkan kepalanya dan pergi dengan menenteng embernya yang penuh terisi air.
Febi kemudian mengisi embernya. Dia mengikuti Lola dari belakang saat mereka berjalan pulang.
***
Rano merasakan dadanya sesak dengan rasa puas pada dirinya sendiri saat berjalan pulang. Sesampainya di rumah, dia melihat papanya duduk di luar seperti biasa dengan seorang tetangga. "Bagus," kata ayahnya.