Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Begal Rimba Tulang Bawang (Bab 29)

25 September 2022   10:00 Diperbarui: 25 September 2022   10:03 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Janar mengangkat tangannya yang sehat. "Resi, tidak apa-apa. Lenganku yang patah, bukan lidahku."

Keti menahan tawa melihat Resi Umbara menggeleng-kan kepalanya. "Jika terjadi sesuatu, jangan menangis mengiba-iba memohon pada para dewa atau padaku, karena yang Anda butuhkan untuk segera pulih adalah beristirahat, jauh dari segala gangguan."

Resi Umbara menyenandungkan lagu puji-pujian untuk Dewa dan berjalan keluar bilik. Di pintu, dia berdiri dan berbalik, "Anda harus berterima kasih kepada para dewa karena membuat Anda tetap hidup," lalu kembali bersenandung dan menghilang di balik pintu.

"Terima kasih, Batara Wishnu," gumam Janar pelan.

"Kamu berterima kasih kepada dewa?" tanya Keti, sebelah alisnya naik meninggi.

Janar menatapnya bingung. "Aku bersyukur masih hidup. Jadi, ya".

Keti menggelengkan kepalanya. Wajahnya bertambah muram dan kelabu.

"Tidak peduli seberapa banyak kita mencoba menipu diri kita sendiri, sebenarnya kita semua masih hidup karena pria bertopeng itu tidak ingin kita mati. Belum."

Dia menghela napas dengan sedih, "Jika para dewa turun dari atas dan menyelamatkan kita, maka mungkin aku akan berterima kasih kepada mereka. Tapi bukan itu masalahnya. 

Tidak ada mukjizat atau keajaiban, Aku hampir kalah. Kamu ... kamu hampir mati hari ini, dan ketika aku mendengarmu berteriak seperti itu, rasanya seperti seseorang menusukkan tombak berapi ke dadaku. Aku yakin kita semua merasa seperti itu. Kita benar-benar masih hidup karena belas kasihan pria bertopeng itu, dan itu membuatku sangat ketakutan."

Janar mengulurkan tangannya yang sehat dan membelai wajah gadis itu. "Tapi ada keajaiban. Kita semua masih hidup. Kamu, aku, Ubai, Ganbatar, Palupi, bahkan Resi Umbara. Kita masih bisa bertarung di hari lain."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun