"Aku jadi bertanya-tanya seberapa banyak yang aku tahu tentang David," kataku sambil berpikir.
Joko mencondongkan tubuh ke depan di seberang meja. "Anda menginginkan pekerjaan itu atau tidak?" Ada nada menantang dalam suaranya.
"Mengapa menginginkan aku bekerja untuk kalian, apakah kalian tidak takut aku tak berguna?" kataku. "Lagi pula, kalian praktis tidak tahu apa-apa tentangku."
Joko tersenyum tipis yang dingin. "Benarkah begitu, Tuan Handaka?"
Dia membuka laci di mejanya dan mengeluarkan map manila. "Sebaliknya, kami tahu banyak tentang Anda. Kalau tidak, Anda tidak akan berada di sini."
Dia meletakkan map di sudut meja di depanku. "Ini berkas Anda," katanya pelan. "Periksalah."
Aku membacanya. Isinya berkas lengkap tentang diriku, lebih lengkap dari yang aku tahu.
Setelah selesai membaca, aku meletakkan file itu di atas meja dan berkata, dengan apa yang kuharapkan sebagai sarkasme. "Inilah hidupku, Handaka Prima."
"Kami mencoba untuk teliti," kata Joko enteng. Kemudian dia mencondongkan tubuh ke depan dan suaranya menjadi lebih tajam. "Jika Anda memutuskan untuk menerima tugas ini, kami akan membayar Anda dua kali lipat gaji dan pengeluaran Anda sebelumnya. Bagaimana?"
Aku melihat dari Joko ke Sambadi dengan bingung dan bisa melihat bahwa Sambadi tersenyum.
"Saya harus tahu keputusan Anda sekarang, Tuan Handaka," kata Joko, "dengan satu atau lain cara."
Aku memutuskan dengan cepat. '
"Baiklah," jawabku. "Aku akan menemukan David Raja Halomoan untuk kalian."
"Bagus," kata Joko.
Dengan sedikit pjengkel, aku sampai pada kesimpulan bahwa tidak banyak perubahan yang bisa didapat dari pasangan misterius ini. Mereka tahu betul aku akan mengatakan 'ya' karena mereka tahu persis betapa bangkrutnya aku.
Lalu sebuah pikiran tiba-tiba menyerangku.
"Kau harus memberitahuku satu hal," aku bersikeras. "Ya?" tanya Joko.
"Mengapa kalian begitu tertarik pada David? Mengapa kalian begitu ingin menemukan dia?"
Joko dan Sambadi saling bertukar pandang. Kemudian Joko berkata, "David Raja punya janji dengan seseorang di Anyer."
'Tentu saja," kataku datar, "denganku."
"Utamanya bukan dengan Anda, Tuan Handaka," Joko mengoreksi jawabanku. "Anda diminta ke Anyer hanya sebagai kedok pertemuan David dengan orang lain."
"Siapa orang lain itu?" tanyaku.
"Seorang pria bernama Diego," kata Joko.
"Maksudmu, pelaut Kuba yang tewas?"
Joko mengangguk. "Tepat. Kami mengira bahwa Diego bermaksud untuk mendarat di Anyer, tetapi kapal karam itu mengacaukan rencana dan pertemuan itu tidak terjadi."
"Tapi aku tidak mengerti," kataku. "Mengapa David ingin bertemu dengan Diego? Itu tidak masuk akal bagiku."
"Kami tidak dapat memberi tahu Anda saat ini. Tetapi jika Anda menemukan David untuk kami, maka kami akan memberi tahu Anda."
'Kami punya satu petunjuk, Han," kata Sambadi. "Petunjuk yang kami pikir penting. Itu ada di dompetmu."
Aku mengeluarkan dompet dan memeriksanya. Lalu mengeluarkan tiket garasi. "Maksudmu ini?" tanyaku.
"Itu dia," kata Joko.
BERSAMBUNG
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI