Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Wisata Bencana (1)

15 September 2022   12:51 Diperbarui: 16 September 2022   10:08 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Swarm tersedia."

Bjorn mendengar notifikasi dari gelangnya. Inilah yang dia tunggu-tunggu. Penuh dengan rasa puas, karena pengumuman itu menegaskan bahwa dia adalah seorang peretas yang kompeten. Ada percikan di mata hijaunya yang lapar, percikan prestasi yang membara.

Meretas ke jaringan drone bukanlah tantangan yang cocok untuk pemula. Harus menembus berlapis-lapis dindingapi dan algoritma untuk diakali, bahkan sebelum mendapatkan baris kode yang sebenarnya. Tetap saja, dia telah berhasil melakukannya.

Pemberitahuan itu hanya ditujukan untuk Manajer Swarm di Pusat Pariwisata Bencana, di suatu tempat di kota. Fakta bahwa dia mendengar pemberitahuan itu, berarti manajernya, mungkin teknisi yang kelebihan berat badan, menatap sekumpulan layar di lubang gelap, tidak diberitahu tentang program virus parasitnya yang dengan elegan mengangkangi kode mereka. Lelaki malang itu tidak akan tahu dia mendengarkan dan memiliki akses total ke armada 'drone bencana'.

Kebetulan Bjorn baru saja memasuki pintu depan lantai dasar apartemen ketika pesan itu masuk. Artinya, dia bisa bereaksi secara langsung membonceng jaringan sebelum salah satu pelanggan bonafida diberi tahu bahwa mereka dapat mengajukan tawaran untuk masuk dan mengendalikan drone kamera.

Dia melemparkan tas ranselnya yang bermotif cerah ke bagian belakang sofa yang sudah usang dan melemparkan dirinya ke bantal bundar di lantai. Keyboard ultra-rampingnya yang tepercaya terselip di bawah pergelangan tangannya, bahkan sebelum bagian belakangnya mendarat di bola yang lembut dan lentur. Dinding putih di seberangnya menyala seperti layar yang diproyeksikan, dan ujung jarinya menari-nari di tuts papankunci.

Mengenakan headset dan memintanya untuk menghubungi mentor peretasnya, yang dikenal sebagai 'Skybozz'. Panggilan dialihkan dua kali, menutupi jejaknya.

"Wossap, Skybozz?" dia bertanya.

Nama yang konyol, tetapi nama asli adalah haram di dunia maya. Skybozz telah mengajarinya semua yang perlu dia ketahui untuk meretas Pariwisata Bencana. Skybozz seorang jenius yang tridak begitu dikenal, dan siapa yang lebih baik untuk belajar daripada orang terpintar di luar jaringan?

"Aku pegang kendali!" Bjorn berseru, meninju udara dengan satu kepalan tangan.

"Luar biasa. Pastikan kau membayangi tawaran yang real. Pada saat berhasil masuk, dia dibayar tanpa akses kontrol, itu akan membawanya 15 menit untuk mendaftarkan keluhan, 10 menit untuk diproses dan dua jam sebelum mereka melakukan apa-apa, jadi...."

Skybozz menunggu jawaban.

"Jadi," kata Bjorn tanpa basa-basi, "dalam waktu sekitar dua jam, aku memberinya kendali atas drone-nya untuk menutup bokongnya."

"Bingo! Perusahaan akan memberinya akses diskon untuk durasi dan kau mungkin bisa lolos dengan membayangi tiga hingga empat kali lagi sebelum mereka menduga kalau mereka diretas. Lagi pula, bencana apa kali ini?"

"Sesuatu yang besar. Terlihat kurang seperti kecelakaan lalu lintas, lebih seperti.... Astaga! Ini bencana besar!"

Bjorn bagai mendapatkan lotere.

Drone bencana ada di seluruh planet ini, di setiap kota besar, bergantung seperti kelelawar di cabang logam tiang besar, menunggu isyarat bahwa sesuatu yang mengerikan telah terjadi.

Ketika bencana melanda, drone dengan pesan sponsor meluncur dan merekam semuanya, dikemudikan oleh pelanggan yang menginginkan kontrol pengamatan. Hak atas rekaman sering dimasukkan ke berita, tetapi kebanyakan hanya akun media sosial pribadi yang membutuhkan 'suka' dan komentar. Bencana keren untuk ditonton dan dengan drone untuk dikendalikan, orang bisa menjelajahi segalanya, mulai dari kecelakaan kereta api hingga serangan terror dari ruang keluarga mereka yang aman dan sejuk.

Bjorn mencatat drone-nya dan pada proyeksi dinding di depannya, pandangan kamera di suatu tempat di Indonesia menjadi dunia barunya. Drone sudah diminta untuk mengudara, jadi dia mengalihkan kontrol ke papankunci.

Ada bendungan di depan, dinding beton melengkung yang besar. Di belakangnya, permukaan hamparan air yang luas serupa cermin.

"Bjorn, aku terhubung ke feed dan programmu, tetapi kau terlalu cepat mendahului pelanggan utama. Kamu perlu waspada jika ada kecurigaan."

"Sial, akankah mereka tahu?" Bjorn menyadari dia telah melakukan kesalahan pemula. Mungkin mengekspos dirinya dengan terlalu antusias untuk mengambil kendali sesegera mungkin.

Anehnya, sepertinya tidak ada tanda-tanda bencana, kekacauan atau gerombolan yang menjerit dan lari berhamburan. Tapi ini katanya bencana besar?

Pesan di bagian atas layar adalah 'Bendungan Jebol'. Jadi mengapa bendungan itu masih utuh?

Di jalan yang mengarah keluar dari dinding bendungan besar yang melengkung, di sebelah kiri, apa yang tampak seperti van berwarna perak melaju, berakselerasi menjauh dari tempat kejadian tanpa banyak mengubah persneling.

"Um.. tidak mengerti?" Bjorn tergagap.

Seolah-olah sebagai jawaban, ledakan besar merobek beton membuat lubang di dekat bagian atas bendungan, dan kolom air yang meledak menyembur ke lembah. Tepi lubang melebar akibat tekanan air yang sangat besar di belakangnya dan dalam hitungan detik sebuah retakan meruntuhkan dinding bendungan dan melepaskan apa yang tampak seperti lautan air.

Menakutkan hanya dengan mengamati. Bjorn harus memundurkan drone, khawatir jika puncak erupsi air menabrak bilah yang berputar.

Dia menyorot jauh untuk mengikuti jalur air ke lembah.

"Sialan!" dia terkesiap.

Air mengalir ke semua jalur yang dilaluinya. Tsunami yang tak terbendung menghanyutkan pepohonan, perahu nelayan, gubuk kayu kecil di tepi sungai yang dulu damai. 

Dengan juru pilot yang terampil, pesawat tak berawak itu menukik lebih dekat, meluncur di atas badan air yang bergerak cepat. Di kejauhan tampak sebuah kota, dia bisa melihat puncak-puncak rumah, garis jalan raya yang samar-samar dan gedung-gedung yang lebih tinggi.

Saat dia terbang dengan kecepatan tinggi ke depan, mencoba mengejar kepala ombak dengan sia-sia, dia mulai berpikir keras.

"Hei Skybozz, kenapa aku menyaksikan awal dari ini? Apakah bendungan akan melemah sebelum meledak? Apakah pihak berwenang tahu ini akan terjadi bahwa bendungan itu meledak?"

"Meledak?"

BERSAMBUNG

Bandung, 15 September 2022

Sumber ilustrasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun