Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Wisata Bencana (1)

15 September 2022   12:51 Diperbarui: 16 September 2022   10:08 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Sial, akankah mereka tahu?" Bjorn menyadari dia telah melakukan kesalahan pemula. Mungkin mengekspos dirinya dengan terlalu antusias untuk mengambil kendali sesegera mungkin.

Anehnya, sepertinya tidak ada tanda-tanda bencana, kekacauan atau gerombolan yang menjerit dan lari berhamburan. Tapi ini katanya bencana besar?

Pesan di bagian atas layar adalah 'Bendungan Jebol'. Jadi mengapa bendungan itu masih utuh?

Di jalan yang mengarah keluar dari dinding bendungan besar yang melengkung, di sebelah kiri, apa yang tampak seperti van berwarna perak melaju, berakselerasi menjauh dari tempat kejadian tanpa banyak mengubah persneling.

"Um.. tidak mengerti?" Bjorn tergagap.

Seolah-olah sebagai jawaban, ledakan besar merobek beton membuat lubang di dekat bagian atas bendungan, dan kolom air yang meledak menyembur ke lembah. Tepi lubang melebar akibat tekanan air yang sangat besar di belakangnya dan dalam hitungan detik sebuah retakan meruntuhkan dinding bendungan dan melepaskan apa yang tampak seperti lautan air.

Menakutkan hanya dengan mengamati. Bjorn harus memundurkan drone, khawatir jika puncak erupsi air menabrak bilah yang berputar.

Dia menyorot jauh untuk mengikuti jalur air ke lembah.

"Sialan!" dia terkesiap.

Air mengalir ke semua jalur yang dilaluinya. Tsunami yang tak terbendung menghanyutkan pepohonan, perahu nelayan, gubuk kayu kecil di tepi sungai yang dulu damai. 

Dengan juru pilot yang terampil, pesawat tak berawak itu menukik lebih dekat, meluncur di atas badan air yang bergerak cepat. Di kejauhan tampak sebuah kota, dia bisa melihat puncak-puncak rumah, garis jalan raya yang samar-samar dan gedung-gedung yang lebih tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun