Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Janji dalam Nyala Api

28 Agustus 2022   20:38 Diperbarui: 28 Agustus 2022   21:09 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Daniel Tausis on Unsplash

Aku menemukan jarum dalam kaleng biskuit tempat kamu menyimpan perlatan menjahit dan mengukir huruf di lilin. Lilin untuk 'I'. Untuk 'l', 'o', 'v', 'e', 'y', 'o', 'u'. Aku melihat mereka terbakar satu per satu. Mengeja uylievoo.

Kamu dan leluconmu. Tapi aku tahu apa yang ingin kau katakan.

Ingat, bagaimana kita berbaring dalam kegelapan, mendengarkan derit dan erangan rumah tua itu? Aku tertawa ketika kamu menyalahkan bunyi itu sebagai suara hantu.

Sekarang aku memetakan suara-suara itu, mencari nadamu di dalamnya. Apakah tangga itu selalu merengek di injak kucing? Apakah ada ritme pada gemeretak jendela? Apakah mencerminkan detak jantungku atau detak jantungmu?

Setelah setiap malam mendengarkan, aku mulai mengerti. Kode morse. Pintar, Cinta. Satu derit pendek, satu derit panjang, dua derit pendek lagi.

Aku menghabiskan malam menuliskan suara-suara, kerinduan, bercelana pendek, ruang yang tenang. Itu lebih baik dari lilin. Aku pandai mendengar apa yang ingin kamu katakan. Aku tahu di mana kesunyian itu berada. Aku mengeja namamu, lalu namaku. Aku mengeja "cinta" dan "janji".

Kamu sangat dekat. Kamu berada di dinding. Kamu berada dalam bayangan, terbentang aneh oleh cahaya lilin.

Kamu berada di cermin kamar mandi kita. Aku membiarkan pancuran menyala selama aku bisa, sampai tidak ada air panas yang tersisa. Kita selalu terlihat agak mirip. Buram oleh lembap, bayanganku yang kabur mungkin milikmu. Aku membiarkan rambutku memanjang, meniru gayamu. Membawamu lebih jauh, seolah-olah yang kamu butuhkan sebuah jembatan. Aku bisa merasakan kamu memperhatikanku.

Senang bisa diperhatikan.

Kamu pasti merasa kesepian ketika aku bekerja. Aku bisa mendengarnya dalam suara-suara dalam rumah. Kita dulu bersosialisasi. Kita bertemu teman-teman untuk minum-minum. Kami punya tempat makan favorit. Sekarang aku membeli makanan pesan antar. Dan ketika teman-teman datang, mereka sepertinya tidak pernah merasa nyaman.

Kamu memang pemalu, cintaku. Mungkin kamu lebih suka jika hanya kita berdua. Ketika jadwal teman kita menjadi berantakan, ketika mereka tiba-tiba sibuk dengan pekerjaan dan anak-anak, aku tidak marah. Aku punya kamu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun