Nuna tertunduk menyembunyikan wajahnya.
"Aku tidak tahu. Bagaimana aku bisa tahu? Bagaimana orang bisa?"
 Prima melihat bahunya mulai bergetar. Emosi ini memicu harapan kecil, namun sekaligus membuatnya marah karena Nuna harus menderita.
"Hentikan itu," katanya kasar. "Tidak layak bagimu. Maaf aku bicara. Seharusnya aku punya akal sehat, tapi hari ini aku akan pergi ke luar kota untuk---"
Dia berhenti dan kembali ke jendela.
"Itulah sebabnya aku ke sini untuk bicara, karena ... karena aku mungkin akan pergi untuk waktu yang sangat lama."
Nuna mengangkat kepalanya.
"Berapa lama, Prim?"
"Hanya Tuhan yang tahu."
"Ke mana? Barat? Timur"
Prima menggelengkan kepalanya.