Palupi tersenyum dan menghapus air mata dari pipinya, balas memeluk Keti.
"Nah, itulah aku. Giliran---" mendadak dia terdiam dan menatap ke langit di belakang Keti.
Keti berbalik dan matanya melebar saat dia melihat asap hitam membumbung tinggi di udara,
"Asap itu dari pinggir desa. Pasukan kerajaan ada di sini".
Palupi dan Keti bergegas keluar dari air dan buru-buru mengenakan kembali pakaian mereka.
"Kita harus memberitahu yang lain," kata Palupi.
"Pergilah, temui aku di sana," kata Keti sambil melompat ke punggung kudanya.
"Kamu gila? Pasti banyak prajurit kerajaan di sana. Jangan menghadapi mereka sendirian tanpa bantuan."
Keti menyeringai lebar. "Lawannya banyak? Hmm, kamu akan lihat mengapa mereka menyebutku Rubah Betina." Tumit Keti menendang rusuk kudanya dan keduanya melaju menuju asal asap.
Keti memacu kudanya sekencang-kencangnya, ketika penduduk desa yang ketakutan berlari melawan arahnya berteriak minta tolong. Menampak seorang prajurit kerajaan sejauh dua belas tombak, Keti melepaskan anak panahnya yang membidik kaki prajurit tersebut katrena dia ingat kata-kata Rakyan Gardapati untuk hanya melumpuhkan mereka. Dia melepaskan anak panah, membuat si parjurit jatuh berlutut dan menjatuhkan pedang ke sampingnya.
Keti melompat turun dari kudanya dan berlari menuju gubuk yang terbakar. Matanya beradu pandang dengan prajurit yang melihatnya datang, Keti mencondongkan tubuhnya ke belakang untuk menghindari ayunan pedang yang mengarah ke lehernya. Secepatnya tubuhnya kembali condong ke depan, kepalannya yang mungil namun bertenaga menghantam dagu di prajurit. Pria itu terhuyung mundur dengan linglung. Keti menghunus pedangnya dan menetak wajahnya dengan bagian tumpul pedang.