Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Si Jenggot

25 Maret 2022   15:15 Diperbarui: 25 Maret 2022   15:20 786
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Para saksi mata sedang makan siang sederhana di depan kedai Mak Kristin yang kosong ketika pria itu mendekat. Dia menyapa mereka dengan suaranya yang keras dan serak. Mereka membalas salamnya dan mengundangnya untuk bergabung, tetapi dia dengan menyesal mengatakan bahwa dia sudah terlambat untuk makan siang dengan temannya Mustakim.

Begitu mereka yakin pria itu sudah pergi, Mercedes mewahnya dengan kemilau biru metalik kaca gelap dan interior yang menyerupai sebuah ruangan di Istana Presiden, menjadi topik pertama dalam agenda gosip mereka.

Subjek itu membawa mereka ke cerita kebangkitan Yakut Salaman, kesuksesannya yang tiba-tiba meroket dari ceruk kemiskinan yang paling dalam sebagai seorang pemuda setengah buta huruf yang tinggal di lorong ini, menjadi seorang sultan superkaya yang memiliki vila di hampir setiap lokasi wisata, rumah sekelas puri Ratu Inggris di ibu kota dapat diyakini mampu membeli semua rumah di lingkungan ini dengan harga dua kali lipat dari harga pasarnya.

Warga miskin di lingkungan itu selalu mengkritik keengganannya untuk memberikan bantuan kepada yang membutuhkan di antara mereka, meyebutkan dengan nada jijik bagaimana dia bereaksi terhadap orang-orang yang mendekatinya, baik dengan penolakan langsung diikuti dengan ceramah tentang perlunya kerja keras, atau dengan menawarkan pinjaman berbunga tinggi. Tidak ada yang mau mengambil risiko.

Sumber kekayaan Yakud Salaman yang tiba-tiba melahirkan banyak teori. Dari penyelundup miras sampai pengedar ganja di antara pelanggan berpenghasilan rendah, serta sabu-sabu dan pil ekstasi untuk kalangan kelas atas. Mulai dari menjadi ketua geng kriminal yang terlibat dalam pencurian mobil mewah, sampai dengan bos yang mengkhususkan diri dalam penjarahan rumah dan rekening bank orang kaya secara online.

Teori lain mengatakan bahwa, setelah bertahun-tahun bekerja dengan gaji sekadarnya di Teluk Arab, keberuntungan mengetuk pintunya ketika dia menyelamatkan nyawa seorang pangeran, dan sebagai rasa terima kasih memberinya sejumlah besar uang.

Menurut beberapa emak-emak yang mengutip salah satu sepupu perempuannya, pada suatu malam dia bermimpi tentang Nabi Khaidir yang memberinya harta yang tak habis-habisnya.

Setiap teori mempunyai pendukung ,asing-masing di lingkungan kumuh itu, terutama karena reputasinya yang buruk sebelumnya. Sebelum kesuksesannya menembus kalangan 'the haves', dia dikenal keras kepala, suka emncari permusuhan dan sifat kejamnya sekeras ototnya.

Dia adalah pemuda pemarah yang tidak akan ragu untuk menggunakan kekerasan untuk menyelesaikan perbedaan apa pun, terlepas dari apakah pihak lain itu laki atau permepuan, tua atau anak-anak.

Tidak heran jika semua orang menjauhinya, termasuk tetangga sebelahnya. Dia tidak repeot-repot berusaha untuk memenangkan hati mereka. Semua orang, termasuk mereka yang tidak kalah terkenalnya darinya, menghela napas lega ketika dia meninggalkan lingkungan itu.

Yakud Salaman kembali ke lingkungan itu hanya sesekali, mungkin dua kali setahun, ketika ia mengunjungi temannya Mustakim.

Mustakim adalah orang yang sedikit membingungkan, karena meskipun persahabatannya dengan Yakud Salaman yang telah berlangsung sejak mmereka masih kecil, dia tidak menunjukkan tanda-tanda kekayaan apa pun. Dia tetap tinggal di gubuk sederhana yang sama di gang itu, dan bekerja sebagai montir di Pasar Rumput, meninggalkan lingkungan di pagi hari dan kembali saat matahari terbenam. Bahkan, mungkin dia membayar harga yang terlalu tinggi untuk hubungannya dengan Yakud Salaman. Sementara semua orang memperlakukannya dengan ramah, sebagian besar memilih untuk menjaga jarak, karena takut secara tak sengaja melontarkan kata-kata buruk tentang Yakud Salaman yang mungkin disampaikan Mustakim kepada temannya.

Faktanya adalah dia tidak punya banyak teman, mungkin karena dia tidak punya waktu untuk bersosialisasi dalam hal apa pun.

Tapi tidak ada yang menghalangi warga untuk mengosipkannya juga. Ada yang mengatakan dia adalah tangan kanan Yakud Salaman, dan rumahnya yang sederhana hanya kedok sampai tiba saatnya dia meninggalkan lingkungan mereka dan menikmati kekayaannya yang disembunyikan dari mereka.

Yang lain mengatakan Yakud Salaman telah menawarinya kekayaan besar sebagai imbalan untuk menjadi tangan kanannya, tetapi Mustakim menolak tawaran itu karena prinsip, dan karena alasan itu Yakud Salaman semakin bersemangat untuk menjaga persahabatan mereka.

Kelompok ketiga mengkhawatirkan keselamatan Mustakim. Menurut mereka, keinginan Yakud Salaman untuk tetap menjadi teman dekat Mustakim tidak lain merupakan upaya untuk menutup mulutnyak. Namun itu tidak mungkin berlangsung selamanya, dan, pada titik tertentu, Yakud Salaman mungkin memutuskan untuk membungkamnya secara permanen.

Pada Jumat siang itu, menurut saksi mata, Yakud Salaman masuk ke gang sempit. Beberapa saat kemudian, terdengan teriakan kesakitanyang  mencapai mereka yang jauh, yang dengan mudah mengidentifikasikannya sebagai suara Yakud Salaman yang serak.

Suara itu terdengar nyaring dan jelas, karena panas matahari terik siang hari membuat jalanan bebas dari hiruk pikuk biasanya. Mereka bertukar pandang, ingin tahu untuk mencari penjelasan yang mungkin. Mak Kristin mengatakan bahwa Yakud Salaman mungkin melihat Dasimah, janda muda yang kecantikan yang tak tertandingi di lingkungan itu, berjalan telanjang di lorong. Mereka tertawa terbahak-bahak pada lelucon itu, yang bisa saja mengakhiri percakapan dengan nada lucu itu jika jeritan kedua tidak terdengar.

Dalam sekejap mata, suasana canda berubah menjadi sangat serius. Mereka semua bergegas ke lorong untuk menyelidiki.

Yakud Salaman tertelungkup di tanah. Selain kambing jantan di bawah pohon pepaya tanpa daun yang sibuk mengunyah kain rombeng, lorong itu kosong. Meskipun dua teriakan itu cukup keras untuk membangunkan siapapun yang tertidur lelap. Mereka pasti akan keluar untuk menyelidiki, dan setelah melihat tubuh besar di tanah, kembali menutup pintu untuk menghindari masalah.

Mak Kristin dan rombongannya bergegas ke lelaki yang tergeletak itu. Begitu mereka membalikkan punggungnya, tampak matanya terbuka lebar, tatapan panik dalam ekspresinya. Ada beberapa memar di jidatnya. Pakaiannya yang mahal kotor dengan lumpur saat tubuhnya menyentuh tanah, tetapi tidak ada darah yang menunjukkan telah terjadi tindak kekerasan.

"Ya ampun! Pasti serangan jantung," kata Mak Kristin.

"Lu gila?" sanggah seorang pria. "Serangan jantung apaan yang bisa bikin badak ini tumbang?"

"Ayo kita bawa dia ke rumah sakit," saran yang lain.

"Bisakah salah satu dari kalian memanggil Mustakim?"

Salah satu pria berlari ke rumah Mustakim.

Begitu tiba, Mustakim merogoh saku Yakud Salaman dan mengeluarkan kunci mobilnya.

"Apakah ada yang bisa mengemudi?" dia bertanya. "Kita harus membawanya ke rumah sakit."

Dua pria maju ke depan. Salah satunya menyombongkan kemampuannya mengemudikan 4WD yang menurutnya membutuhkan keahlian khusus. Pria lain bersikeras bahwa dia memiliki keterampilan yang diperlukan, setelah sebelumnya mengendarai Land Rover milik PBB di Aceh. "Gue basa bawa mobil gede, apalagi Mercedes yang bisa jalan tanpa sopir begini," tambahnya.

Dia mengulurkan tangannya untuk mengambil kunci dari tangan Mustakim, tetapi pesaingnya lebih cepat. Pertengkaran segera berkembang menjadi perkelahian yang melibatkan sumpah serapah, pukulan, dan tendangan. Ketika mereka yang hadir akhirnya berhasil melersi keduanya, salah satu dari mereka kehilangan gigi sementara yang lain meicingkan sebelah matanya yang bengkak.

Mak Kristin memutuskan bahwa dia yang mengemudi. Yang lain membopong Yakud Salaman dan membaringkannya di kursi belakang. Mustakim duduk di kursi depan di samping Mak Kristin, dan mobil berangkat ke rumah sakit.

Baru pada saat itulah penghuni lorong keluar dari rumah mereka dan bertanya tentang apa yang terjadi, dan lorong yang tadinya itu mulai hidup kembali.

Tidak jauh dari kerumunan itu berdiri dua anak kecil, sekitar lima atau enam tahun. Keduanya bertelanjang dada, hanya mengenakan celana dalam selutut. Salah satunya memgang bola yang agak kempes.

"Aku sedang duduk di dekat pintu," kata anak yang memegang bola. "Si Abang datang. Lalu si Jenggot, iya, si Jenggot, bilang. Si Jenggot bilang, 'Hai, Yakud Salaman!' Si Abang jawab, 'Hai juga, bro!' Terus si Abang nengok kirai kana myari siapa yang manggil, tapi enggak kelihatan ada orang kecuali si Jenggot. 'Ayolah, bro. Ini aku' kata si Jengot. Kemudian si Abang itu teriak, deh. Jatuh. Dan orang-orang datang dan bawa si Abang, katanya ke rumah sakit."

"Dan di mana si Jenggot?" seseorang bertanya.

"Di sana," jawabnya, menunjuk kambing jantan yang masih duduk di bawah pohon pepaya tanpa daun, menggerogoti sisa kain.

Bandung, 25 Maret 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun