Setelah Dilma meninggal, aku duduk sendirian di ruang tamu. Kemudian, karena tiba-tiba aku merasakan hawa dingin, aku mengambil sweater dari lemari dan menyampirkannya di leherku.
Lampu meredup. Hal berikutnya yang kutahu, aku mendengar suara Dilma.
"Tidak terlalu buruk di sini. Tidak ada api, sedikit berangin. Banyak kupu-kupu, warna-warna indah, terutama biru. Tapi, gelak tawa, ya ampun! Kamu taakan percaya, Hum. Tak ada henti-hentinya. Aku sangat senang!"
Bandung, 20 Maret 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H