Wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat itu.
Rentetan kalimat 1. tidak membentuk wacana karena tidak ada keserasian makna. Sebaliknya, rentetan 2. adalah wacana karena terdapat keserasian makna.
1. Bu Sumi pergi ke pasar. Pak Pepi naik busway. Bang Tohir membeli sandal jepit. Karena ada pajak impor, harga mobil rakitan dalam negeri juga ikut naik. Mobil yang dibeli Joko harganya seratus juta rupiah.
2. Bang Tohir pergi ke pasar naik busway. Dia pergi membeli sandal jepit. Karena ada pajak impor, maka harga sandal jepit buatan dalam negeri juga ikut naik. Sandal jepit yang dibeli Bang Tohir itu harganya lima puluh ribu rupiah.
Dari kedua contoh di atas tampak bahwa keserasian makna berkaitan erat dengan macam kata yang dipakai.
KOHESI DAN KOHERENSI
Kohesi merujuk ke relasi bentuk, sedangkan koherensi pada relasi makna.
Pada umumnya wacana yang baik memiliki kedua-duanya. Kalimat atau kata yang dipakai itu berkaitan. Pengertian yang satu menyambung pengertian yang lain secara berturut-turut.
Pada contoh 1. tidak kita temukan kohesi karena antara kalimat yang satu dan kalimat yang lain tidak ada relasi bentuk. Sebaliknya, pada contoh 2. kita dapati kohesi. Wacana pada 2. dimulai dengan Bang Tohir, kemudian pada kalimat berikutnya Bang Tohir itu disambung dengan kata dia.
Tujuan kepergiannya juga dinyatakan, dan relasi harga barang yang dibelinya dengan pajak impor juga tampak dengan nyata. Karena ada kohesi macam itulah, maka wacana 2. disebut koheren.
Meskipun kohesi dan koherensi umumnya berpautan, tidaklah berarti bahwa kohesi harus ada agar wacana menjadi koheren. Mungkin ada percakapan yang jika ditinjau dari segi kata-katanya, sama sekali tidak kohesif, tetapi yang dari segi maknanya koheren.
Dalam percakapan yang berikut kita dapati pembicara A dan B.
A: Mbak, itu teleponnya bunyi.
B: Aduh, lagi tanggung, Mas.
Jika dilihat dari segi hubungan katanya, maka tidak tampak ada relasi antara kalimat A dan B. Akan tetapi, kedua kalimat di atas adalah koheren karena maknanya berkaitan. Jalinan itu disebabkan kata-kata yang tersembunyi yang tidak diucapkan.
Kalimat B sebenarnya dapat berbunyi "Maaf Mas, saya tidak dapat menjawab telepon itu karena saya lagi tanggung menyetrika rok."
Dalam bahasa Indonesia ada kata tertentu seperti dia, tetapi, meskipun, waktu itu yang dipakai untuk menjadikan wacana itu kohesif sehingga dapat tercapai koherensi.
DEIKSIS
Deiksis adalah gejala semantis yang terdapat pada kata atau konstruksi yang hanya dapat ditafsirkan acuannya dengan memperhitungkan situasi pembicaraan. Kata atau konstruksi seperti itu bersifat deiksis.
Perhatikan kata sekarang pada kalimat yang berikut.
3. Kita harus pergi sekarang.
4. Harga barang sekarang semua naik.
5. Sekarang pemalsuan barang terjadi di mana-mana.
Pada kalimat 3. sekarang merujuk ke jam atau bahkan menit. Pada kalimat 4. cakupan waktunya lebih luas, mungkin sejak minggu lalu sampai ke hari ini. Pada kalimat 5. cakupannya lebih luas lagi, mungkin berbulan-bulan dan tidak mustahil bertahun-tahun pula.
Kata sekarang beroposisi dengan kata deiksis penunjuk waktu lain, seperti besok atau nanti. Acuan kata sekarang selalu mencakupi saat peristiwa pembicaraan.
Deiksis tidak hanya merujuk ke waktu seperti dalam contoh di atas, tetapi juga ke hal yang lain seperti tempat, persona, dan semua hal yang berhubungan dengan situasi pembicaraan dan penyerta di dalamnya.
Perhatikanlah frasa deiksis di sini pada kalimat-kalimat berikut.
6. Duduklah kamu di sini.
7. Di sini dijual minyak goreng.
8. (Jakarta sangat padat dengan mobil). Di sini supir harus benar-benar terampil.
9. (Indonesia adalah negara budaya Timur). Di sini manusia harus hidup dengan prinsip selaras, serasi, dan seimbang.
Frasa di sini pada kalimat 6. mengacu ke tempat yang sangat sempit, yakni sebuah kursi, bangku, atau sofa. Pada kalimat 7. acuannya lebih luas, yakni suatu toko atau tempat penjualan. Pada kalimat 8. ruang lingkupnya Jakarta, dan pada kalimat 9. ruang lingkupnya Indonesia.
Frasa di sini beroposisi dengan frasa deiksis lain untuk tempat seperti di situ atau di sana. Frasa di sini mengacu ke tempat si pembicara berada.
ANAFORA
Anafora adalah peranti dalam bahasa untuk membuat rujuk silang dengan hal atau kata yang telah dinyatakan sebelumnya.
Peranti itu dapat berupa kata ganti persona seperti dia, mereka, nomina tertentu, konjungsi, keterangan waktu, -alat, dan -cara.
Perhatikan contoh yang berikut.
10. Susi belum mendapat pekerjaan, padahal dia memperoleh ijazah sarjananya dua tahun lalu.
11. Pada tahun 1965 terjadi pemberontakan. Waktu itu Djoko baru berumur sembilan tahun. Dia masih duduk di kelas dua sekolah dasar.
12. Jakarta memang merupakan kota metropolis. Di sana berbagai suku bangsa dapat ditemukan. Mereka hidup bertetangga meskipun sehari-hari memakai bahasa daerah yang berbeda.
Pada contoh 10. kata dia beranafora dengan Susi. Pada contoh 11. frasa waktu itu dan tahun 1965 di kalimat sebelumnya mempunyai hubungan anaforis. Demikian pula dia dan Djoko. Pada contoh 12. di sana anaforis dengan Jakarta, sedangkan mereka dengan berbagai suku bangsa.
Bandung, 7 Maret 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H