"Nah, sayangku, kesabaran adalah suatu kebajikan," katanya, "dan aku khawatir kamu harus mempelajarinya sebelum diizinkan masuk."
"Apa artinya?" aku bertanya.
Dia mengabaikanku dan berdiri. Aku bangun untuk mengikutinya saat dia berjalan menuju pintu kedua di ruangan itu. Dia membukanya dan memberi isyarat agar aku berjalan melewatinya. Saya melangkah melewati ambang pintu dan perutku langsung mulas.
Di depan saya berdiri barisan orang-orang yang tak putus-putus menghilang ke cakrawala yang jauh.
"Apa-apaan ini?" aku membentak, berbalik untuk melihat lelaki tadi. Tidak ada siapa atau apa. Lelaki, ruangan, dan pintunya hilang.
Aku berbalik dan perempuan yang berdiri di depanku berbalik menghadapku.
"Di mana kita?" aku bertanya, tapi takut akan jawabannya.
"Mengantre," katanya dan berbalik untuk menunjuk ke cakrawala. "Gerbangnya ada di suatu tempat di atas sana."
Rasanya seperti berada di neraka.
Bandung, 7 Maret 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H