Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Beberapa Pengertian Mengenai Pembentukan Kata

14 Februari 2022   22:04 Diperbarui: 15 Februari 2022   00:07 1413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Portugis menyerang Melaka | www.sabrizain.org/malaya

Karena kata dalam bahasa Indonesia dapat dibentuk dari kata lain, ada berbagai pengertian dan istilah yang diperlukan untuk menerangkan proses pembentukan itu.

1. Morfem, Alomorf, dan (Kata) Dasar

Dalam bahasa, ada kata yang dapat "dipotong-potong" menjadi bagian yang lebih kecil, yang kemudian dapat dipisahkan lagi menjadi bagian yang lebih kecil lagi sampai ke bentuk yang jika dipotong lagi tidak mempunyai makna.

Kata memperkecil, misalnya, dapat kita potong sebagai berikut:

mem-perkecil

          per-kecil

Jika kecil dipisahkan lagi, maka ke- dan --cil secara terpisah tidak mempunyai makna. Bentuk seperti mem-, per-, dan kecil disebut morfem.

Morfem yang dapat berdiri sendiri, seperti kecil, dinamakan morfem bebas, sedangkan yang biasanya melekat pada bentuk lain, seperti mem- dan per-, dinamakan morfem terikat.

Dengan batasan itu maka sebuah morfem dapat berupa kata (seperti kecil di atas), tetapi sebuah kata dapat berwujud satu morfem atau lebih. Contoh memperkecil di atas adalah satu kata yang terdiri atas tiga morfem, yakni morfem terikat mem-, per-, dan morfem bebas kecil.

Sebaliknya, bentuk kecil itu sendiri adalah satu morfem yang kebetulan juga satu kata. Berikut ini beberapa contoh lain beserta keterangannya:

memberi

morfem bebas: beri

morfem terikat: mem-

mendapat

morfem bebas: dapat

morfem terikat: men-

pembangunan

morfem bebas: bangun

morfem terikat: pem- -an

keberuntungan

morfem bebas: untung

morfem terikat: ber-, ke- -an

Pada contoh di atas, kita temukan bentuk mem- dan men- yang masing-masing dilekatkan pada beri dan dapat. Baik mem- maupun men- sebenarnya mempunyai fungsi dan makna yang sama, yakni merupakan unsur yang membentuk verba aktif. Perbedaan dalam wujudnya itu ditentukan oleh fonem pertama yang mengawali kata bawa dan dapat.

Jika fonem pertama yang mengikutinya berupa fonem /b/, maka bentuknya adalah mem-, tetapi jika fonem pertamanya /d/ maka bentuknya adalah men-. Anggota satu morfem yang wujudnya berbeda, tetapi yang mewakili fungsi dan makna yang sama dinamakan alomorf. 

Dalam ilmu bahasa, fonem yang berubah-ubah itu dapat dilambangkan oleh satu simbol huruf kapital. Simbol morfem yang dengan cara itu menjadi abstraksi untuk sejumlah alomorf, biasanya diapit oleh tanda kurung kurawal: { ... }. Dengan demikian, mem- dan men- adalah dua alomorf dari satu morfem yang sama, yakni {meN-}.

Di samping mem- dan men-, masih ada alomorf meny- (seperti pada menyapu), meng- (seperti pada mengantar), me- (seperti pada melambai), dan menge- (seperti pada mengepel).

Cara lain yang lazim dipakai untuk melambangi morfem adalah pencatatannya dengan alomorf yang paling luas distribusinya. Dalam hal ini bentuk meng- (/meng/) yang terdapat di muka dasar yang mulai dengan salah satu dari keenam vokal Indonesia atau dengan konsonan /k/, /g/, /h/, /x/ yang paling luas distribusinya.

Berikut contoh kata-kata sebagai dasar untuk membentuk kata lain.

duduk:

duduk - duduki  - menduduki - pendudukan

duduk -- dudukkan -- mendudukkan - pendudukan

darat:

darat - mendarat - pendaratan

darat -  daratkan - mendaratkan - pendaratan

temu:

temu - bertemu  - pertemuan

temu - pertemukan - mempertemukan - pertemuan

Dengan demikian, kita dapat mengatakan bahwa menduduki dan mendudukkan diturunkan secara bertahap dari dasar duduk, mendarat dari dasar darat, bertemu dari dasar temu, dan mempertemukan dari dasar pertemukan.

Selanjutnya, kata seperti pendudukan, pendaratan, dan pertemuan tidak dibentuk atau diturunkan dari dasar duduk, darat, dan temu, tetapi dari dasar menduduki, mendarat, dan bertemu. Dengan kata lain, kata yang diturunkan dari dasar tertentu dapat pula menjadi dasar pembentukan kata turunan yang lain. Jadi, urutan pembentukannya:

duduk - menduduki - pendudukan

darat - mendarat - pendaratan

temu - bertemu - pertemuan

2. Analogi

Jika pembentukan kata pendaratan dan pertemuan dikaitkan dengan mendarat dan bertemu, pembentukan kata baru dapat juga berdasarkan contoh yang sudah ada. Kesamaan pola pembentukan berdasarkan contoh itu disebut analogi.

Di dalam dunia olahraga kita mengenal paradigma bersenam-pesenam dan bertinju-petinju. Kini muncul kata pegolf, pehoki, dan pecatur yang masing-masing dibentuk berdasarkan pola pesenam dan petinju tanpa memperhitungkan ada tidaknya kata bergolf, berhoki, dan bercatur.

Contoh lain yang dianalogikan adalah kata petatar, pesuluh, dan pesapa berdasarkan pola pesuruh yang sudah ada.

3 Proses Morfofonemis

Seperti dinyatakan di atas, sebuah morfem dapat bervariasi bentuknya. Kaidah yang menentukan bentuk itu dapat diperikan sebagai proses yang berpijak pada bentuk yang dipilih sebagai lambang morfem.

Proses perubahan bentuk yang disyaratkan oleh jenis fonem atau morfem yang digabungkan dinamakan proses morfofonemis. Jadi, dalam contoh di atas, proses perubahan meng- menjadi mem-, men-, meny-, menge-, dan me- adalah proses morfofonemis.

4 Afiks, Prefiks, Sufiks, Infiks, dan Konfiks

Kata yang dibentuk dari kata lain pada umumnya mengalami penambahan bentuk pada kata dasarnya. Kata seperti berdua, ancaman, gerigi, dan berdatangan terdiri atas kata dasar dua, ancam, gigi, dan datang yang masing-masing dilengkapi dengan bentuk yang berwujud ber-, -an, -er-, dan ber--an.

Bentuk (atau morfem) terikat yang dipakai untuk menurunkan kata dinamakan afiks atau imbuhan.

Afiks yang ditempatkan di bagian muka suatu kata dasar disebut prefiks atau awalan. Bentuk atau morfem terikat seperti ber-, meng-, peng-, dan per- adalah prefiks atau awalan.

Apabila tempat morfem terikat ini di bagian belakang kata, maka namanya adalah sufiks atau akhiran. Morfem terikat seperti -an, -kan, dan -i adalah contoh sufiks atau akhiran.

Infiks atau sisipan adalah afiks yang diselipkan di tengah kata dasar. Bentuk seperti -er- dan -el- adalah infiks atau sisipan.

Gabungan prefiks dan sufiks yang membentuk suatu kesatuan dinamakan konfiks. Kata berdatangan, misalnya, dibentuk dari kata dasar datang dan konfiks ber- -an yang secara serentak diimbuhkan. Kita harus waspada terhadap bentuk yang mirip dengan konfiks, tetapi yang bukan konfiks, karena proses penggabungannya tidak secara serentak. Kata berhalangan, misalnya, pertama-tama dibentuk dengan menambahkan sufiks -an pada dasar halang sehingga terbentuk kata halangan. Sesudah itu barulah prefiks ber- diimbuhkan. Jadi, ber- -an pada berdatangan adalah konfiks karena afiks itu merupakan kesatuan, tidak ada bentuk datangan.

Sebaliknya, ber- + -an pada berhalangan bukan konfiks karena merupakan hasil proses penggabungan prefiks ber- dengan halangan.

5 Verba Transitif dan Taktransitif

Istilah transitif dan taktransitif berkaitan dengan verba (kata kerja) dan nomina (kata benda) yang mengiringinya. Verba transitif menyatakan peristiwa yang melibatkan dua wujud atau entitas: manusia, binatang, hal, yang dapat menjadi titik tolak untuk memerikan peristiwa itu, masing-masing pada bentuk aktif dan pasif verbanya.

Dari segi makna, kedua wujud itu berbeda perannya dalam peristiwa itu: wujud yang satu adalah "sumber" (pelaku, peneral, pengalam, penyebab) peristiwa tersebut, sedangkan wujud yang lain diperikan sebagai yang "dikenai langsung" oleh peristiwa itu.

Dalam konstruksi aktif, wujud yang kedua diungkapkan oleh objek, sedangkan (kelompok) kata yang menyatakan wujud yang pertama menjadi titik tolak pemerian peristiwa atau subjek. Namun, dalam konstruksi pasif (kelompok) kata yang mengungkapkan wujud yang kedua itulah yang menjadi objek.

Perhatikan contoh berikut:

1.a. Profesor itu mengagumi remaja cerdas ini.

1.b. Remaja cerdas ini dikagumi (oleh) profesor itu.

Peristiwa yang diungkapkan oleh kedua kalimat itu melibatkan wujud profesor itu dan remaja ini, yang masing-masing merupakan wujud yang menjadi "sumber" peristiwa dan wujud yang dikenai secara langsung oleh peristiwa itu. Verba yang mengenal oposisi aktif-pasif (seperti mengagumi-dikagumi) adalah verba transitif. Semua verba yang lain adalah taktransitif.

Sebagian verba transitif mengungkapkan hubungan antara tiga wujud. Wujud ketiga tidak dapat menjadi titik tolak untuk memerikan peristiwa.

Bandingkan kalimat-kalimat di bawah ini:

2.a. Agung memberi Susi cokelat.

2.b. Susi diberi Agung cokelat.

2.c. Cokelat diberi Agung Susi.

Dalam konstruksi aktif (contoh 2.a.), Agung adalah subjek dan Susi objek. Dalam konstruksi pasif (contoh 2.b.) objek itu menjadi subjek.

Peristiwa yang diperikan dalam kalimat 2.a. dan 2.b. pada dasarnya sama, hanya sudut pandangnya yang berbeda. 2.a. melihatnya dari sudut "pelaku" peristiwa, dan 2.b. dari sudut wujud yang dikenai oleh peristiwa itu. Dalam kedua kalimat itu, cokelat menyatakan wujud yang tempatnya dalam konstruksi itu tidak dapat diubah (dan dari segi makna verba harus hadir) sehingga disebut pelengkap. Namun, dengan bentuk dari verba yang sama, cokelat tidak dapat menjadi titik tolak pemerian peristiwa.

Dari segi tata bahasa, kalimat 2.c.  peristiwanya tidak sama dengan peristiwa dalam 2.a. dan 2.b. Dalam 2.c, Susi-lah yang diberikan kepada cokelat. Verba transitif yang mengungkapkan hubungan antara tiga wujud seperti memberi, disebut dwitransitif (atau bitransitif). Verba transitif yang lain disebut ekatransitif atau monotransitif.

Verba yang tak transitif terpilah menjadi dua kelompok, yaitu verba taktransitif dan verba semitransitif. Verba semitransitif itu juga mengungkapkan peristiwa yang melibatkan dua wujud, tetapi sudut pandang yang diungkapkan hanya satu, yaitu dengan berpijak pada "sumber" peristiwa.

Bandingkan contoh yang berikut.

3.a. Hal itu menyangkut masalah politik.

3.b. Masalah politik disangkut hal itu.

4.a. Kita berasaskan Pancasila.

4.b. Pancasila kita perasaskan.

5.a. Pepi menjadi penjual seblak seuhah.

5.b. Penjual seblak seuhah dijadi Pepi.

6.a. Linda menyerupai bibinya.

6.b Bibinya diserupai Linda.

Verba menyangkut, berasaskan, menjadi, dan menyerupai dalam kalimat 3a, 4a, 5a, 6a merupakan verba semitransitif karena mengungkapkan hubungan antara dua wujud, sedangkan peristiwa yang dinyatakannya hanya diperikan dari sudut hal itu, kita, Pepi, dan Linda.

Wujud yang kedua tidak bisa menjadi titik tolak pemerian peristiwa yang sama dengan bentuk verba semitransitif. Wujud yang kedua: masalah politik, Pancasila, penjual seblak seuhah, dan bibinya disebut pelengkap.

Verba yang tidak dapat berobjek atau berpelengkap kita sebut verba taktransitif. Misalnya: duduk, bercukur, tertawa, dan membisu. Juga ungkapan atau gabungan tetap, seperti menarik hati, berjalan kaki, membanting tulang, mencolok mata, termasuk verba taktransitif.

Akhirnya perlu dibicarakan subkelas dari verba transitif  dan verba semitransitif. Sebagian kecil dari verba transitif secara semantis tidak mengharuskan adanya objek pada bentuk aktifnya. Verba seperti itu dapat disebut verba transitif-taktransitif. Contohnya: membaca, makan, menulis.

Bandingkan kalimat ini:

7.a. Mira sedang membaca buku cerita fiksi.

7.b. Mira sedang membaca.

8.a. Mira menganut agama Islam.

8.b. Mira menganut.

Kalimat 7.b. mengandung verba transitif-taktransitif membaca secara semantis lengkap. Namun, kalimat 8.b yang mengandung verba transitif menganut tidak gramatikal jika tanpa objek.

Begitu pula untuk subkelas verba semitransitif. Sebagian dari verba semitransitif itu secara semantis tidak mengharuskan adanya pelengkap.

Bandingkan kalimat 9a dan 9.b. dengan verba berisi yang transitif-taktransitif dan kalimat 10.a. dan 10.b. dengan verba semitransitif.

9.a. Botol itu berisi tuak.

9.b. Botol itu berisi.

10.a. Hansip itu bersenjatakan pentungan.

10.b. Hansip itu bersenjatakan.

Tanpa pelengkap, kalimat 10.b. menjadi tidak gramatikal.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun