Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hantu Perpustakaan

9 Februari 2022   10:08 Diperbarui: 9 Februari 2022   10:14 917
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Magda," katanya, "itukah kamu? Kenapa melempar sesuatu padaku?"

Suara seorang gadis menjawab, "Kau pergi dan tidak pernah mengucapkan selamat tinggal."

"Aku minta maaf," katanya. "Aku harus pergi ke rumah sakit. Ketika keluar, ibu membawaku untuk tinggal bersama bibi saya di kota lain. Aku merasa tidak enak karena tidak bisa mengunjungimu sebelum kita pergi."

Jeda, tapi tidak ada lagi benda terbang.

"Kau melihatku," kata Magda. "Tidak ada yang melihatku." Suara itu sedih.

"Aku mungkin melihatmu karena aku sakit-sakitan," katanya. "Jantungku berlubang dan aku hampir mati."

Seorang gadis berusia sekitar delapan tahun muncul di depannya, dengan sebuah buku terselip di bawah lengannya. Ahmad merasakan kasih sayangnya untuk Magda. Dia tampak kecil dari tinggi dewasanya, tetapi selain itu dia persis seperti yang diingatnya. Mata Magda yang cokelat di balik kacamata, dan rambut hitamnya diikat ekor kuda di setiap sisi kepalanya. Gaun kotak-kotaknya yang pudar berakhir tepat di atas lututnya dengan kerah bundar dengan gaya tahun 1960-an karena saat itulah dia meninggal. Magda dia melayang beberapa sentimeter di atas lantai.

"Kuharap kau meninggal di sini," katanya. "Kau bisa saja menghantui tempat ini bersamaku."

Ahmad tersenyum. "Aku menyukai itu. Aku merindukanmu, Magda. Kamu adalah teman terbaikku."

Magda melihat ke bawah. "Aku juga merindukanmu," katanya.

"Kamu pasti kesepian di sini."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun