"Kalau begitu, mengapa kamu melakukannya? Mengapa melompat dari kereta jika kamu tidak merasakan apa-apa selama berjam-jam, setelahnya?"
"Karena Kendali Hormon membutuhkan waktu tepat sepuluh detik sebelum aktif. Dan selama sepuluh detik itu kamu jatuh, sebelum kamu tidak merasakan apapun?" Dia berhasil tersenyum, tapi tak seterang sebelumnya. Kendali Hormonnya telah menumpulkan percikan di matanya. "Kamu merasakan segalanya."
Kemudian kuketahui, Bayu tidak hanya melompat dari kereta. Dia juga memanjat tebing tanpa tali, berenang sedalam mungkin di bawah air tanpa pingsan, dan berjalan melintasi jurang di atas tali tambang. Dia memperkenalkanku untuk mengenal perasaan antara hidup dan mati, di mana semua emosi terkuat bersembunyi.
"Ketika aku masih anak-anak, aku biasa berlari memanjat dinding sampai berhenti pada menit terakhir. Aku melompat dari tempat tidur ke tumpukan boneka binatang. Apapun yang bisa menghilangkan kebal rasa," katanya padaku suatu hari.
"Kita tidak mati rasa. Pemerintah yang mengatur emosi kita dalam batas aman tertentu, tetapi kita masih punya perasaan, hanya saja diatur oleh pemerintah supaya kita tetap aman," bantahku.
Dia tertawa dan memeriksa tali parasutnya.
"Lihat apakah kamu masih percaya setelah apa yang akan kita lakukan."
Dia mulai berlari dan melontarkan dirinya dari tebing. Aku mengikutinya dari tepi.
"Begini saja tidak cukup," kataku kemudian. Kami berbaring terengah-engah, berdampingan di tanah, Kendali Hormon berdengung kencang. "Dosis kecil sepuluh detik ini. Aku ingin bisa merasakan segalanya, setiap saat."
"Aku sudah memikirkan hal yang sama, dan aku punya ide. Aku pikir aku bisa mencuri pisau bedah ketika mengunjungi Papa di kliniknya," katanya.
Aku berguling menghadapnya, tetapi Kandali Hormonku telah menekan rasa kagetku, sehingga aku tidak mengatakan apa-apa.