Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kendali Hormon

22 Januari 2022   14:26 Diperbarui: 22 Januari 2022   14:36 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kalau begitu, mengapa kamu melakukannya? Mengapa melompat dari kereta jika kamu tidak merasakan apa-apa selama berjam-jam, setelahnya?"

"Karena Kendali Hormon membutuhkan waktu tepat sepuluh detik sebelum aktif. Dan selama sepuluh detik itu kamu jatuh, sebelum kamu tidak merasakan apapun?" Dia berhasil tersenyum, tapi tak seterang sebelumnya. Kendali Hormonnya telah menumpulkan percikan di matanya. "Kamu merasakan segalanya."

Kemudian kuketahui, Bayu tidak hanya melompat dari kereta. Dia juga memanjat tebing tanpa tali, berenang sedalam mungkin di bawah air tanpa pingsan, dan berjalan melintasi jurang di atas tali tambang. Dia memperkenalkanku untuk mengenal perasaan antara hidup dan mati, di mana semua emosi terkuat bersembunyi.

"Ketika aku masih anak-anak, aku biasa berlari memanjat dinding sampai berhenti pada menit terakhir. Aku melompat dari tempat tidur ke tumpukan boneka binatang. Apapun yang bisa menghilangkan kebal rasa," katanya padaku suatu hari.

"Kita tidak mati rasa. Pemerintah yang mengatur emosi kita dalam batas aman tertentu, tetapi kita masih punya perasaan, hanya saja diatur oleh pemerintah supaya kita tetap aman," bantahku.

Dia tertawa dan memeriksa tali parasutnya.

"Lihat apakah kamu masih percaya setelah apa yang akan kita lakukan."

Dia mulai berlari dan melontarkan dirinya dari tebing. Aku mengikutinya dari tepi.

"Begini saja tidak cukup," kataku kemudian. Kami berbaring terengah-engah, berdampingan di tanah, Kendali Hormon berdengung kencang. "Dosis kecil sepuluh detik ini. Aku ingin bisa merasakan segalanya, setiap saat."

"Aku sudah memikirkan hal yang sama, dan aku punya ide. Aku pikir aku bisa mencuri pisau bedah ketika mengunjungi Papa di kliniknya," katanya.

Aku berguling menghadapnya, tetapi Kandali Hormonku telah menekan rasa kagetku, sehingga aku tidak mengatakan apa-apa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun