Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kendali Hormon

22 Januari 2022   14:26 Diperbarui: 22 Januari 2022   14:36 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lampu sorot yang kami gantung di atas menyorotkan sinar terang tak kenal ampun ke seluruh garasi. Tanganku gemetar, membuat pisau bedah yang kupegang memainkan pantulan cahaya.

"Lakukan saja," perintah Bayu dengan gigi terkatup. Kendali hormonnya menahan rasa takutnya yang paling buruk, tetapi bagian belakang lehernya yang terbuka basah karena keringat. "Demi Tuhan, lakukan saja, hentikan saja!"

Kendali adrenalinku berdenyut dan kepanikanku sendiri mulai memudar. Terima kasih, pikirku. Untuk sekali ini, terima kasih.

Darah Bayu yang merah segar dan hangat mengalir di jari-jariku ketika aku mulai mengiris, tapi tanganku kukuh. Kendalinya tepat di bawah kulit, laba-laba logam busuk yang menacapkan kakinya jauh ke dalam otaknya.

Aku mencabut sulur itu satu per satu, mengabaikan darah yang mengalir di tanganku. Bayu mengerang. Kendali hormon itu bergetar di tanganku, tetapi aku telah menarik kabel yang menumpulkan rasa sakitnya.

"Sudah hampir selesai sekarang," kataku, mencengkeram kabel terakhir yang terbesar. Aku menariknya. Benda itu mengirimkan sengatan listrik ke lenganku. Bayu tersentak, dan jatuh, diam.

"Bayu? Bayu?"

Dia tidak bergerak. Darah yang keluar dari sayatan itu perlahan menetes dan kemudian berhenti. Saya merasakan patah hati tepat selama sepuluh detik, dan kemudian Kendali Hormon milikku berdengung, dan aku tidak merasakan apa-apa sama sekali.

***

Pertama kali aku bertemu Bayu, dia melompat dari kereta.

Kereta sedang melintasi jembatan tinggi tinggi di atas sungai yang dalam ketika seorang berambut merah berseri-seri membuka pintu kompartemenku.

"Hai. Aku Bayu. Jendela di kompartemenku macet. Boleh aku menggunakan milikmu?" Dia bertanya.

Aku mengangguk tanpa suara karena terkejut.

Dia melintasi kompartemen dalam satu lompatan, membuka jendela, dan mengayunkan kakinya melewati ambang jendela. "Terima kasih!" katanya ceria, dan menghilang ke ruang kosong.

Teriakan euforia bergema di belakangnya. Aku berlari ke jendela yang terbuka dan melihat ke bawah. Mengapa?

Setiap detik Kendali Hormonku akan menendang, menurunkan keterkejutan dan keingintahuanku menjadi minat ringan yang dapat diterima nalar. Sebelum itu terjadi, aku melompat mengejarnya.

Segera saja aku menjerit ketakutan. Angin bersiul di telingaku, napasku sesak, bahkan tidak bisa bernapas. Aku bisa merasakan darahku berpacu di pembuluh nadi dan jantungku berdetak kencang menghantam dada.

Dan tubuhku bertemu air sungai yang mengalir deras. Aku merasa ketakutan dan kepanikan dan banjir adrenalin. Emosi yang belum pernah kurasakan dalam hidupku yang terkendali. Belum pernah aku merasa sebaik ini.

Pada saat kami berdua sampai di pantai, Kendali Hormon kami melepaskan bahan kimia yang menenangkan.

"Kenapa kau melompat mengejarku?" tanya Bayu, mengibaskan air dari rambut cokelatnya. "Setelah mengalami lonjakan emosi yang ekstrem seperti itu, kamu akan menjadi zombie selama berjam-jam."

Aku bisa merasakan Kendali Hormonku bergumam, membuatku mati rasa, dan aku tahu aku hanya punya sedikit waktu untuk mengajukan satu pertanyaan sebelum emosiku lenyap sepenuhnya.

"Kalau begitu, mengapa kamu melakukannya? Mengapa melompat dari kereta jika kamu tidak merasakan apa-apa selama berjam-jam, setelahnya?"

"Karena Kendali Hormon membutuhkan waktu tepat sepuluh detik sebelum aktif. Dan selama sepuluh detik itu kamu jatuh, sebelum kamu tidak merasakan apapun?" Dia berhasil tersenyum, tapi tak seterang sebelumnya. Kendali Hormonnya telah menumpulkan percikan di matanya. "Kamu merasakan segalanya."

Kemudian kuketahui, Bayu tidak hanya melompat dari kereta. Dia juga memanjat tebing tanpa tali, berenang sedalam mungkin di bawah air tanpa pingsan, dan berjalan melintasi jurang di atas tali tambang. Dia memperkenalkanku untuk mengenal perasaan antara hidup dan mati, di mana semua emosi terkuat bersembunyi.

"Ketika aku masih anak-anak, aku biasa berlari memanjat dinding sampai berhenti pada menit terakhir. Aku melompat dari tempat tidur ke tumpukan boneka binatang. Apapun yang bisa menghilangkan kebal rasa," katanya padaku suatu hari.

"Kita tidak mati rasa. Pemerintah yang mengatur emosi kita dalam batas aman tertentu, tetapi kita masih punya perasaan, hanya saja diatur oleh pemerintah supaya kita tetap aman," bantahku.

Dia tertawa dan memeriksa tali parasutnya.

"Lihat apakah kamu masih percaya setelah apa yang akan kita lakukan."

Dia mulai berlari dan melontarkan dirinya dari tebing. Aku mengikutinya dari tepi.

"Begini saja tidak cukup," kataku kemudian. Kami berbaring terengah-engah, berdampingan di tanah, Kendali Hormon berdengung kencang. "Dosis kecil sepuluh detik ini. Aku ingin bisa merasakan segalanya, setiap saat."

"Aku sudah memikirkan hal yang sama, dan aku punya ide. Aku pikir aku bisa mencuri pisau bedah ketika mengunjungi Papa di kliniknya," katanya.

Aku berguling menghadapnya, tetapi Kandali Hormonku telah menekan rasa kagetku, sehingga aku tidak mengatakan apa-apa.

Tentu saja pemerintah tidak akan mungkin mencopot Kendali Hormon. Apa gunanya, jika tidak?

Ada orang lain seperti kami. Harus ada. Orang lain yang telah menemukan keajaiban adrenalin ini, kegembiraan yang membuat ketagihan dari sensasi sepuluh detik, sensasi melarikan diri dari kekangan Kendali Hormon untuk beberapa saat yang membuat napas terengah-engah dan jantung bergejolak. Yang harus kulakukan adalah melepaskannya.

Aku pikir siaran rekaman yang kami buat dari upayaku untuk menghapus Kendali Hormon Bayu akan berhasil.

Pemerintah akan datang untuk menangkapku, tentu saja. Jika ada Undang-Undang yang mengatur kematian siapa pun yang mencoba menghapus Kendali Hormon, mereka tidak akan ragu untuk membunuhku.

Aku sudah membayangkan mereka menggedor pintu dengan senjata terangkat.

Aku tidak akan lari. Aku akan duduk tepat di ambang pintu, di antara garis hidup dan mati, merasakan darahku berpacu di nadiku dan jantungku berdetak kencang.

Karena dalam sepuluh detik itu, sebelum aku tidak merasakan apa-apa....

Aku akan merasakan segalanya.


Bandung, 22 Januari 2022

Sumber ilustrasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun