Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Muatan Pulang

21 Januari 2022   09:10 Diperbarui: 21 Januari 2022   09:51 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tajul membutuhkan waktu lebih dalam perjalanan kembali ke kota. Tidak mudah mengendarai dump truck di jalan raya, tetapi lebih sulit lagi di jalan ini: jalur tak beraspal yang sedikit berlumpur, berkelok-kelok melintasi hutan pegunungan di Bukit Barisan.

Dia telah mengangkut muatan kerikil sejauh empat puluh kilometer, jauh ke puncak bukit tempat perusahaan pulp sedang meningkatkan beberapa akses jalan mereka, dan sekarang dia sedang menurunkan truk besarnya kembali ke kota dan makan malam di rumah.

Dia tahu dia dikenal di sekitar daerah itu sebagai pengemudi yang baik dan aman, dan itulah yang membuatnya tetap dituntut untuk jenis pekerjaan yang menguntungkan ini.

Meskipun dia lapar, dia memaksa dirinya sendiri untuk perlahan-lahan melewati tikungan, memperhatikan para off-roader gila dan orang-orang udik lainnya yang cenderung mengemudi di jalan-jalan ini seolah-olah mereka adalah satu-satunya yang ada di sana.

Dia dalam kondisi baik ketika tiba di tikungan dan menemukan jalan diblokir oleh truk polisi. Seorang menyuruhnya berhenti dan mendekati jendelanya.

"Hei, lihat, ini Tajul!" teriak si polisi. Ternyata dia adalah Mustakim, teman sekelas SMA-nya.

"Hai Mus. Ada apa ini? Razia kok di jalan becek?" tanyanya sambil tertawa.

Oh, BNN menemukan ladang ganja besar di atas bukit. Mereka sedang membersihkannya."

Tajul untuk pertama kalinya memperhatikan tumpukan besar tanaman hijau cerah yang menggunung di sisi jalan, dan dia juga melihat petugas lain yang mengenakan seragam berjalan ke arahnya.

"Hei, kawan," petugas itu menyapanya, "bawa muatan apa?"

"Kosong," jawab Tajul. "Bongkar batu ke atas bukit dan turun kosong."

Petugas itu tersenyum. "Kawan, ini hari keberuntunganmu. Pemerintah akan membayar uang kopi."

Empat puluh lima menit kemudian, Tajul melanjutkan perjalanannya. Truknya penuh dengan tanaman ganja. Bukan hanya penuh, tetapi terlalu banyak.

Petugas lapangan telah mencabut begitu banyak pohon ganja sehingga tumpukannya mencuat di atas bak dan menggantung di samping.

Sesungguhnya anak-anak BNN telah menyewa truk si Opung Luhut dari kota, tapi tentu saja truk rongsokan Opung mogok di tengah jalan.

Truk Tajul yang kebetulan saja lewat merupakan keberuntungan bagi BNN. Para petugas lelah dan ingin segera pulang juga. Tajul menyebutkan harga tinggi dan mereka menerimanya tanpa mengedipkan mata.

Jadi di sinilah dia, mengangkut ganja atas permintaan pemerintah, dua mobil patroli di depan dan dua di belakang, keempat lampu strobo dan sirene menyala semuanya.

Ketika sampai di jalan raya, mereka menambah kecepatan dan ganja mulai beterbangan dari bak belakang truk. Mobil patroli di belakangnya harus menggunakan wiper beberapa kali.

Mereka melewati beberapa pejalan kaki dan dia bersumpah melihat salah satu dari mereka terkena hantaman cabang penuh di kepalanya.

"Nikmati saja daun surga gratis, sobat," katanya sambil tertawa.

Dia menelepon istrinya untuk memberi tahu dia bahwa dia akan terlambat untuk makan malam.

"Sungguh, itu benar. Aku sedang mengangkut ganja untuk pemerintah. Jangan tanya, nanti aku jelaskan."

Dia melihat arlojinya dan menelepon kedai kopi di pinggiran kota tempat dia kadang-kadang nongkrong. Empat atau lima teman minumnya berdiri di tepi jalan di luar saat Tajul dan pengawalnya lewat, saksi mata untuk kopi gratis selama sebulan.

Akhirnya, mereka sampai di TPA kabupaten dan petugas menunjukkan kepadanya di mana harus menurunkan muatan. Namun, pertama-tama, dia naik ke bagian belakang truknya dan meminta mereka memotretnya dengan kamera ponselnya. Berbaring berkasurkan ganja....

Dia tahu foto-foto itu akan bagus untuk dilelang di akun NFT-nya. Kemudian, ketika sampai di rumah dan mengganti pakaian kerjanya, dia menemukan kuncup bunga ganja di sepatu botnya. Tajul bahkan tidak merokok, tetapi dia menyimpannya ke dalam kantong plastik.

Suvenir seperti itu tidak gampang diperoleh.

Bandung, 21 Januari 2022

Sumber ilustrasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun