Aku memang sedang menunggu, tapi tak urung melonjak kaget ketika pintu diketuk.
Ketika membuka pintu, adik perempuanku berdiri di hadapanku.
"Lisa, astaga, apa kabarmu?" Aku menariknya ke dalam pelukanku. Terakhir aku melihatnya dua belas tahun silam sejak dipindahkan bekerja ke Hanoi Moi. Ketika aku mencengkeram bahunya, dia menatapku seolah dia tidak mengenaliku.
"Ada apa? Apakah ibu sakit?"
"Tidak. aku..." Air mata mengalir di pipinya.
"Katakan padaku!" Aku mengguncangnya untuk mencari tahu mengapa dia begitu sedih.
Dia mengangkat sebuah map. Adasegel bank data Bumi Bersatu, seperti punyaku. "Aku datang ke sini untuk menemui pasangan DNA-ku."
Mungkin wajahku sama pucatnya dengan dia. Lututku lemas dan aku ambruk ke satu-satunya kursi yang kumiliki. "Maksudmu...."
Dia mengangguk padanya.
"Oh, Lisa. Maafkan aku. Sudah berapa lama kamu menunggu?"
"Sembilan tahun. Aku pikir akhirnya aku menemukan jodohku."