Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Penipu vs Penyihir

16 Januari 2022   14:00 Diperbarui: 16 Januari 2022   14:59 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secepat angin puyuh menyambar daun kering, dua tumpukan kartu terbang dari jari-jari Draco yang kapalan di depan khalayak penonton menjadi buku animasi lima puluh dua halaman. Draco tersenyum, angin sepoi-sepoi bertiup dari kartu-kartu yang membalik melambai-lambaikan rambut Mohawk-nya.

"Tuan dan Puan sekalian," ujarnya, "penyihir kelas receh dapat meregangkan balon menjadi gajah atau jerapah, tetapi berapa banyak yang bisa membuat kapal pesiar dari setumpuk kartu?"

Mereka melongo melihat kapal dari kartu wajik, Raja dan Ratu Hati di geladak, dan Jack Sekop berdiri goyah di atas layar keriting.

Semua orang  melongo, kecuali Luna.

Jebret!

Kartu-kartu itu kembali menyusun menjadi satu tumpuk dan masuk ke saku jubah. Tepuk tangan membahana.

"Tolong jangan ada uang receh!"

Gelak tawa disusul uang kertas.

"Baiklah, pemirsa. Saatnya menampilkan sihir paling keren!"

Draco menyibak jubah panjangnya, memperlihatkan sabuk dengan dua sarung pistol putih, masing-masing berisi gagang pistol ungu.

"Sabun gunanya untuk yang kotor-kotor. Apakah kalian ingin melihat sihir gelembung yang menakjubkan?"

Dengan cepat dia menarik pistol dan menembak tinggi ke udara. Terdengar suara mendesis. Kabut menyembur ke langit. Asap itu berpilin menjadi sebelum Draco melesakkan pistol kembali ke sarungnya. Dia menghirup membuka mulutnya, menghirup asap hingga pipinya menggelembung, lalu menjentikkan rahangnya dengan jari telunjuk kurusnya lima belas kali. Tiga belas gelembung asap keluar dari mulutnya, mengambang berdampingan. Draco bertepuk tangan dan gelembung meledak menjadi susunan huruf.

JANGAN DUIT RECEH.

Tepuk tangan bergema dan semakin banyak uang kertas jatuh ke dalam kotak.

"Penipu!"

Luna merapikan seragam Akademi Sihir Wokheart-nya dan menggosok lencana PENYIHIR 3 BINTANG di lengan kirinya. "Itu hanyalah tipu muslihat. Kamu seorang penipu."

Draco tersenyum. "Memang. Bapakku Draco si Penipu Kawakan. Aku Penipu Pemula. Bagaimana dengan sekuntum mawar untuk satu senyuman?"

Dia memasukkan kedua tangannya ke dalam lubang lengannya dan menarik dua buah tongkat, lalu mengadukan keduanya bersama-sama yang meledak menjadi mawar plastik ungu nan cantik sempurna.

Tersenyum tulus, dia menyerahkannya kepada Luna.

Kerumunan ternganga saat Luna mencibir, berpangku tangan. "Apakah itu menyakitkan?"

"Hanya jika kamu menolak hadiah ini."

Hanya satu dua tawa lemah dan tidak ada lembaran uang jatuh.

Luna mengambil mawar itu. "Sihir seharusnya menyakitkan. Begitulah cara yang benar."

Draco menyeringai. "Siapa yang mengajarkan petuah bijaksana itu padamu?"

Luna mendengus. "Semua guru. Semua buku. Sihir tanpa pengorbanan hanyalah ilusi. Dan itulah yang kamu jual. Kalian semua sudah ditipu. Inilah sihir yang sebenarnya!"

Draco mengangkat tangan hendak mencegah , tetapi Luna memejamkan mata dan mulutnya berkomat-kamit. Plastik ungu memancarkan sinar putih menyilaukan, meredup dan berubah menjadi hijau saat duri keluar dari batangnya dan kelopaknya melunak menjadi helai merah. Mawar asli.

Luna mengendus dan terbatuk-batuk. Setetes darah muncul di sudut bibirnya.

"Lihat? Bisakah kamu melakukan itu? Nah, bagaimana dengan ini?" Dia menekan batang mawar ke bibirnya, jari-jari memegang duri, dan mulai melantunkan lagu mantra. Kelopak bunga berubah menjadi kupu-kupu ungu, hinggap di kotak dan menodai tumpukan uang kertas dengan darah.

Ketika lagu itu berakhir, mawar pun mati.

Luna menjatuhkan batang bawar di kotak uang, perutnya mulas tapi hatinya puas.

Kerumunan mengambil kembali uang mereka dati kotak  dan menepuk pundaknya, sebelum membubarkan diri ke jalan.

"Kamu sangat bagus." kata Draco.

"Lebih baik daripada penyihir palsu," katanya, terengah-engah.

"Berikan tanganmu."

Luna mundur, tetapi Draco berlutut di hadapannya, merendahkan perawakan tubuhnya yang jangkung.

"Apakah penyihir hebat takut dengan penipu jalanan?"

Luna mendengus dan menunjukkan telapak tangannya yang berdarah.

Air mata mengalir deras dari wajah Draco ke jari-jari Luna. Luka-luka di telapak tangan menutup dan napas gadis itu mereda saat noda darah menguap. Lingkar hitam gelap terlukis di sekitar mata Draco, seakan dia telah menjalani sepuluh ronde pertarungan tinju, sementara pipi Luna memerah dan kini bernapas dengan lega.

Draco mendengus. "Mereka tidak memberitahumu bahwa jika kamu menghabiskan daya sihirmu maka kekuatanmu akan lumpuh, sampai yang tersisa hanyalah beberapa kelopak untuk dibagikan kepada mereka yang membutuhkan. Dan kenangan tentang apa artinya menjadi yang terbaik di kelas."

Draco membuka matanya. "Dan yang terakhir tidak ada gunanya."

Dia berdiri, membalikkan punggungnya, tersengal-sengal. "Lebih baik bergegas lari kembali ke sekolah, Penyihir. Lonceng di Menara Bayangan tanda pelajaran akan segera memanggilmu. Dan aku harus mempersiapkan pertunjukan sore. "

Draco batuk-batuk keras dan meludahkan dahak merah. Punggungnya melengkung dan gemetar. Dari pundak kiri jubah panjang yang sobek tampak sekilas lencana PENYIHIR 5 BINTANG yang lapuk berkarat. 

Dia berjalan terbatuk-batuk namun teguh saat lonceng di Menara Bayangan berdentang.

Bandung, 16 Januari 2022

Sumber ilustrasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun