Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rumah Warisan

13 Januari 2022   21:27 Diperbarui: 13 Januari 2022   21:38 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kamu tahu syarat penjualan. Dua suara. Sekarang pulanglah dan buatkan tumis kangkung untuk lakimu."

Moira seharusnya tidak memancing emosinya. Malah adiknya itu tidak menangkap isyaratnya.

"Abang tahu berapa uang pendaftaran sekolah Rudd? Abang tahu?"

Dia meringis. Nama yang buruk untuk keponakannya. Rudd Tora. Seharusnya nama yang lebih keren, misalnya Peter atau Jonas, sesuatu yang terdengar keren. Bukan Rudd.

"Abang tidak tahu karena Abang tidak punya atau anak. Abang, jenius yang malang tanpa perempuan yang sudi menjadi istrimu."

Itu sangat menyakitkan, karena itu membuatnya teringat pada beasiswa ke akademi desain ternama di Milan. Dia gagal karena bakat teman-temannya begitu mengintimidasi dia, sehingga dia memutuskan berhenti. Kemudian dia kembali ke rumah dan mendapat pekerjaan sebagai desainer grafis karena apa pun yang dikatakan tentang rumah, dia tidak merasa tidak berguna di sini. Sebaliknya, dia merasa seperti dia secara heroik melawan beberapa kejahatan besar.

"Oh, aku menemukan sesuatu yang dulu milikmu," katanya dengan nada sekosong yang dia bisa. "Aku menemukannya waktu mencari buku sketsa lamaku."

Moira hanya menatapnya.

Adiknya suka menghinanya dengan cara ini. Ketika dia berteriak dan menghina, Moira tidak membalas dengan meninggikan suaranya. Berbicara dengan kata-kata non sequiturs yang biasa hanya membuatnya semakin naik darah.

"Aku sedang mencari inspirasi," katanya, menuju ke lemari, mengambil piala dari kardus mi instan.

Itu adalah piala partisipasi. Masing-masing mereka memiliki satu saat sekolah dulu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun