Dia berbicara lagi. "Ayolah, bukankah itu sepadan? Ini adalah malam yang luar biasa."
Jari-jarinya terdengar mengetuk-ketuk, mengingatkanku pada deru hujan. Untuk pertama kalinya, aku menangis. Aku meredam suara di lengan bajuku. "Itu gila," kataku.
Dia berkata, "Akan terjadi badai malam ini, dan aku akan pergi ke sana."
"Dengan atau tanpaku?"
"Terserah," katanya.
Aku melirik tanganku. Duri itu membengkak di bawah kulitku seperti sirip hiu menembus dagingdan aku bisa merasakan kuncupnya terbentuk di sumsumku.
Aku tidak yakin kapan itu akan tumbuh besar, tapi aku tidak yakin bisa menunggunya sendirian.
Bandung, 5 Januari 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H