Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Pembangkang

30 Desember 2021   20:35 Diperbarui: 4 Januari 2022   20:42 748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gonggongan Honey setiap pukul lima pagi hari tidak mengganggu Hasto pagi itu. Mimpi buruk telah membangunkannya terlebih dulu. Dia adalah manusia yang terus-menerus diganggu oleh masalah dunia, dan selama dua hari, di antara lampu merah dan lampu hijau, percakapan dalam lift dan komedi situasi malam hari, pengkhianatannya telah menjadi satu-satunya cerita di benaknya. 

Di tempat tidur, pikiran negatif bahkan lebih tak terhindarkan. Tidak ada pengalih pikiran, tidak ada udara segar untuk mengingatkannya pada panggung drama kehidupan yang absurd, hanya dia dan labirin kesadarannya.

Tidak menyadari masalah kejiwaan suaminya, Fani bangkit dengan mata masih setengah terpejam. Kakinya mengais kolong tempat tidur, meraba-raba letak sandal hotel usang, lalu menuju halaman depan dengan wajah cemberut terbungkus celana piyama bermotif hati merah kecil, menghirup embusan kabut ke dalam paru-paru.

Gonggongan Honey terdengar di seluruh kompleks perumahan, pemeran pengganti ayam jantan kehormatan yang berkokok di Lembah Griya Nirwana, suka atau tidak suka. Seolah-olah mengatakan "Aku di sini! Aku ada!"

Setiap pagi, anjing itu terikat di tempat yang tepat untuk buang air besar, berlari berputar-putar dan akhirnya menetap di kotak keberuntungan.

Kemudian Fani berjalan kembali ke dalam kehangatan dapur yang masih berbau ikan goreng tadi malam, dan naik ke atas untuk membangunkan anak mereka. 

Suara air pancuran dan dentang peralatan dapur, bekal makan siang Windu dikemas. Hasto tak bangkit dari bantalnya yang basah oleh air liur sampai dia yakin bahwa dirinya ditinggal sendirian, yang bisa ditandai dari teriakan dari beranda pintu depan.

"Masuk ke dalam mobil!" Fani berteriak di udara yang tenang dan dingin.

Anak itu pura-pura tidak mendengarkan. Dia tidak pernah mendengarkan, sampai dia benar-benar marah.

"Mama tidak akan menyuruhmu untuk kedua kalinya lagi! Masuk ke dalam mobil!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun