Dari kecil aku mendambakan tinggal di tepi pantai.
Jadi aku datang ke sini (yah, dulu sekali) dan membuka kedai kopi kecil ini. Dan seperti yang kubilang ke orang-orang termasuk kamu, aku melihat banyak hal gila di sini selama dua puluh tahun.
Beberapa di antaranya, aku tidak akan pernah lupa (ada juga beberapa yang pasti ingin kulupakan) dan sekali lagi, itu membuat kubahagia melakukan hal-hal seperti yang aku lakukan.
Seperti sepasang manusia di sana di sudut dekat toilet. Mereka tidak setua aku, tetapi mereka juga bukan remaja lagi. Pengamen, keduanya.
Yang pria bernama Tisna. Pasangannya Kokom (mereka memanggilnya Isye). Dia berasal dari sekitar sini. Nama Isye didapatnya di jalan.
Dulu sangat cantik, sangat populer. Pecundang sejati juga, jika menyangkut pria. Hanya memiliki bakat untuk menemukan pria yang akan memperlakukannya seperti sampah. Sangat berbakat. Sudah diterima di sebuah sekolah musik di Bandung, belajar menjadi pemain piano klasik.
Kemudian dia bertemu seorang pria (bukan yang sedang bersamanya kini) hanya seorang pria.
Ibunya (ibu yang baik, bekerja paruh waktu di kedai kopiku setelah shift kerjanya di pabrik pengepakan makanan) menyebut pria itu sebagai "pengalih perhatian."
Nah, suatu malam Isye ada di sini. Aku bisa mengingatnya seperti baru kemarin. Terjadinya dalam bulan ketika nelayan menarik perahu mereka dari air ke darat.
Isye baru saja mengalami sederet kekalahan dengan salah satu pengalih perhatiannya. Saat itu musim yang buruk bagi para nelayan penangkap udang. Mereka juga merasakan sederet kekalahan mereka sendiri.