Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

CMP 19: Tuhan, Aku Merasa Dibuai Gelombang!

22 Agustus 2021   09:26 Diperbarui: 22 Agustus 2021   19:16 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suasana kedai kopi tenang. Mereka tidak memainkan apa pun di jukebox (hei, kedai kopi kecilku juga untuk wisatawan!) bahkan lagu-lagu lambat.

Jadi, pria ini, Tisna (pria yang bersama dengannya), masuk melalui pintu. Dia berdiri di sana, mengedarkan pandangannya ke setiap sudut. Dan kamu dapat mengatakan bahwa dia tidak berpikir ini adalah tempat yang terlalu rendah untuknya. Dia membawa ransel salah satu perguruan tinggi ternama yang disampirkan di satu bahu, dan di bahu yang lain, tali lebar besar yang dihubungkan ke kotak gitar, disatukan dengan benang dan pita tua.

Dia datang ke meja barista (aku berada di situ) dengan sopan (umumnya pengamen sopan era itu) dan bertanya, bisakah aku membayarnya untuk memainkan beberapa lagu.

Aku langsung tahu dia pria yang sangat lembut, dan sangat ingin membantunya, tapi ini baru tahun keduaku di tempat itu, dan tahun buruk yang dialami para nelayan juga akan mengacaukan neraca keuanganku.

Tapi aku memberinya secangkir kopi dan setangkup sandwich keju bakar. Dan uang receh.

Dia meminumnya sampai habis, mengucapkan terima kasih, dan berjalan ke pintu. Aku memanggilnya dan berkata jika dia mau, dia bisa bermain dan membalikkan topinya di atas meja di sampingnya. Tetapi kukatakan juga untuk terlalu berharap topinya akan terisi karena ekonomi sedang sulit.

Nah, inilah saat yang tidak akan pernah kulupakan.

Isye di sana dengan kepala tertunduk di lengannya yang terlipat, seperti anak kecil yang sedang beristirahat. Itulah cara dia menyembunyikan wajahnya, menyuruh semua orang untuk menjauh. Pengamen ini, berjarak beberapa meja darinya, tapi aku yakin dia memperhatikan Isye.

Dan dia (Tisna) mulai memainkan sebuah lagu yang sepertinya berasal dari tempo dulu. Dia memainkannya lebih lambat dari aslinya. Dan, kukatakan padamu, dia adalah pemain gitar yang bagus.

Bukan musik yang membuat orang berbalik di kursi mereka dan menonton, Tapi kamu bisa melihat pendengar menjadi lebih santai, memesan lebih banyak minuman, berbicara sedikit dengan sangat pelan.

Aku benar-benar mengamatinya. Lagu itu membuat jari-jarinya bergerak daripada sebaliknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun