Usiaku tujuh tahun dan Rosa sembilan saat pertama kali kami melihatnya.
Kami sedang bermain dokter-dokteran, dan Rosa yang berperan sebagai dokter. Tentu saja aku sebagai pasiennya.
Dia menyorotkan senter ke tenggorokanku, ketika melihat sekilas sebuah kepala hitam licin. Dia memaksakan membuka rahangku tanpa memberitahuku alasannya dan mencoba memasukkan jari-jarinya yang gemuk ke tenggorokanku. Dia mengatakan makhluk itu pterlepas dari tangannya sebelum dia berhasil membawanya melewati gigiku.
Kami tidak memberi tahu ayah. Dia dan ibu sedang bertengkar di ruang keluarga. Teriakannya menggetarkan rumah, piring pecah berdenting seperti lonceng angin di beranda.
Kami juga tidak memberi tahu ibu. Tangannya selalu gemetar.
Rosa bilang aku akan baik-baik saja dan aku memercayainya. Kadang-kadang, aku merasakan makhluk itu bergerak di dalam diriku, terutama di malam hari. Aku menyelinap ke kamar Rosa dan meringkuk di tempat tidurnya di bawah pendar cahaya lampu lima watt di langit-langitnya.
Seiring bertambahnya usia, peraturan rumah bertambah banyak. Pulang jam tujuh, harus memakai gaun ke gereja, jangan menceritakan tentang masalah keluarga ke orang lain, jangan makan terlalu banyak karena akan membuat sakit, dan sebagainya.
Aku tidak tahu bagaimana menjelaskan kepada ayah dan ibu bahwa makhluk itu juga butuh makan. Rosa menyelundupkan sisa makanan untukku, membawakanku sekantong keripik atau cokelat yang dia sembunyikan di bawah kaus baju kaos yang kedodoran yang menurut ayah tidak cukup feminin.
Tubuhku berubah. Payudara dan pinggul membesar. Makhluk itu juga tumbuh.
Rosa memeriksanya sesekali, melaporkan kemajuan tentang berapa tebalnya, matanya yang sehat dan jumlah giginya. Dia akan membawa senter ke kamarku dengan buku stiker. Kami akan duduk bersama setelah dia selesai dengan pemeriksaannya. Dia akan melemparkan beberapa permen yang dicurinya dari minimarket dan aku akan membuka mulutku. Makhluk itu akan muncul dan mencoba menangkapnya. Kami bertepuk tangan jika dia berhasil.