Kemudian kami berpindah ke sebuah restoran Szechuan yang buka dua puluh empat jam.
"Oh! Oh! Pedas! Lidahku sampai terbakar," teriaknya. Api menyembur dari sela-sela bibirnya dan asap mengepul dari telinganya.
Para pelayan dan staf dapur berbondong-bondong dengan pisau pemotong daging di tangan, menatap bingung. Sesaat kemudian mereka baru sadar bahwa itu tipuan belaka. Para pelayan kemudian membungkuk dengan hormat. "Anda memang hebat, Nona Naga yang terhormat!"
Ngomong-ngomong, setelah malam itu kami mulai bertemu . Aku minta maaf padanya karena selalu menghindar sebelum malam itu. Dan akhirnya kami menikah di Dukcapil.
Orang-orang yang penasaran bertanya, "Tapi sisiknya-- bagaimana rasanya dengan sisik seperti itu, kau tahu--saat kalian di ranjang?"
Jadi, manusia memang gampang salah paham. Ketika mendengar kata 'sisik' mereka membayangkan bangkai ikan. Tidak! Sisik Nona, eh, Nyonya Naga, tidak seperti itu.
Pernahkah kalian menyentuh ular? Cobalah pegang ular barang sebentar. Sisik ular benar-benar nyaman saat disentuh. Begitu juga dengan sisik istriku yang terawat rapi halus dan lembut serta indah untuk dielus. Sisiknya sangat lembut. Dan tentu saja dia tidak berdarah dingin. Sebaliknya.
"Oooh, jangan membuatku kepanasan," desahnya, bergoyang membuat sisiknya berdesir. "Nanti hal yang buruk bisa terjadi pada rumah kita!"
Jadi, bagi orang yang mempertanyakan bagaimana rasanya menyentuh istriku karena sisiknya, aku sarankan untuk mencoba menyentuh ular. Atau kadal. Kamu akan mengetahuinya.
Oh, tentu saja dia bisa memasak. Bukan hanya sate, barbeque atau daging asap saja.
Selain itu, jika kamu pernah menjadi perokok sepertiku, kamu akan terbiasa dengan rasa terbakar yang disebabkan lentik bara api kretek.Â