"Bisakah kamu menjelaskan lebih detail?"
Sang putri berpikir sejenak.
"Seluruh kehidupan."
Bingung oleh penjelasan yang tidak juga menambah jelas, kodok bangkong:
"Angkat aku dari air dan cium aku, maka aku akan berubah menjadi pangeran tampan, lalu kita menikah, dan kita akan bersama-sama memerintah kerajaanku dan hidup bahagia selamanya "
"Tidak, kodok bangkong," jawab sang putri, mengerutkan hidungnya jijik. "Aku sudah memiliki kerajaan. Aku memiliki panglima perang yang berani untuk memimpin tentara ke medan pertempuran. Aku memerintah dengan adil. Rakyatku sangat setia dan rajin bekerja, menghasilkan barang dan jasa untuk konsumsi dalam negeri dan ekspor. Taat membayar pajak. Aku tidak membutuhkan pangeran, tampan maupun kurang tampan. Apa lagi yang kamu tawarkan?"
"Angkat aku dari air dan cium aku," kata kodok bangkong, "dan aku akan memberikan kekayaan berupa perak dan emas juga perhiasan berharga sehingga kamu tidak akan pernah menginginkan apa pun lagi selama hidupmu."
"Tidak, kodok bangkong," jawab sang putri, sambil mengerutkan dahinya. "Aku memiliki menteri ekonomi, pertanian, industri dan perdagangan terbaik di dunia. Dewan penasehatku terdiri dari pakar-pakar lulusan universitas terbaik yang siap membantuku menyusun anggaran yang seimbang dengan pertumbuhan ekonomi yang baik dan suku bunga yang masuk akal. Kekayaan besar yang kamu tawarkan akan menciptakan inflasi yang melambung  dan melumpuhkan nilai tukar mata uang kami. Apa lagi yang bisa kamu tawarkan?"
"Angkat aku dan cium aku," kata kodok bangkong, "dan kamu akan mendapatkan kecantikan dan memiliki pesona yang luar biasa."
"Tidak, bangkong," jawab sang putri, sambil meremas sehelai daun yang dipegangnya. "Memang benar bahwa saya polos dan lugu dan tidak pintar dandan, tetapi cantik itu luka kata Eka Kurniawan, dan kecantikan cepat berlalu. Yang penting adalah tingkat intelektual, emosional, dan spiritual seseorang."
Kodok bangkong itu sekarang benar-benar frustrasi, akhirnya bertanya, "Lalu sebenarnya apa yang kamu inginkan, sih?"