Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

[CLICKompasiana] Jan Pieterszoon Coen Pernah Dimakamkan di Sini

23 September 2017   19:06 Diperbarui: 23 September 2017   19:22 4169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ornamen lemari buku di lantai dua (dok.

(Sebelumnya...)

Museum Sejarah Jakarta dikenal juga sebagai Museum Fatahilah. Bangunan yang secara resmi berusia tiga ratus tujuh tahun ini menyimpan sejarah panjang penjajahan Belanda di indonesia.

Sebenarnya, bangunan ini pertama kali dibangun tahun 1627 sebagai Stadhuis (Balaikota) atas perintah Gubernur Hindia Belanda, Pieter de Carpentier. Saat pertama dibangun hanya bertingkat satu dan dididrikan di atas tanah yang tidak stabil. Pengganti sekaligus pendahulunya, Gubernur Hindia Belanda ke-4 dan ke-6, Jan Pieterszoon Coen yang dianggap sebagai pendiri kota Batavia dimakamkan di sini, sebelum dipindahkan ke Nieuw Hollandche Kerk (Museum Wayang sekarang).

Akhirnya Gubernur Jenderal Joan van Horn memerintahkan agar dibongkar dan dibangun ulang pada tahun 1707, meniru Paleis op de Dam di Amsterdam. Diresmikan pada tanggal 10 Juli 1710, dua tahun sebelum bangunan selesai seluruhnya.

Perluasan menyebabkan kota Batavia ditingkatkan statusnya Gemeente (kotapraja) Batavia dan aktivitas balai kota dipindahkan ke Tanah Abang West (sekarang jalan Abdul Muis No. 35, Jakarta Pusat) pada pada tahun 1913, sebelum dipindahkan lagi ke Koningsplein Zuid (sekarang Jl. Medan Merdeka Selatan No. 8-9, Jakarta Pusat) pada tahun 1919 sampai saat ini.

Pada tahun 1937, Stichting Oud-Batavia (Yayasan Oud Batavia) mengajukan rancangan untuk mendirikan museum sejarah dengan maksud mengoleksi, merawat dan memamerkan benda-benda yang berkaitan dengan sejarah Batavia. Maka pada tanggal 22 Desember berdirilah Oud Bataviaasche Museum yang dibuka untuk umum di Gedung Nieuw Hollandche Kerk (Museum Wayang sekarang), sebelum namanya menjadi Museum Djakarta Lama pada tahun 1952 di bawah naungan LKI (Lembaga Kebudayaan Indonesia). Diserahkan kepada Departemen Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan RI tahun 1962, sebelum akhirnya dikelola oleh pemerintah DKI sejak 23 Juni 1968. Pada tanggal 30 Maret 1974, Gedung Stadhuis mendapat nama resmi Museum Sejarah Jakarta dan seluruh koleksi Museum Djakarta Lama dipindahkan ke sana.

Ruang Diorama dekat Pintu Masuk (dok. pribadi)
Ruang Diorama dekat Pintu Masuk (dok. pribadi)
Saat kami berlima dari CLICKompasiana memasuki Museum Sejarah Jakarta, di dalam sudah ramai dengan para pengunjung, termasuk beberapa wisatawan asing. Dari percakapannya, bisa ditebak jika mereka berasal dari Perancis. Tapi tak menutup mungkin di antara mereka mungkin ada yang dari Belanda dan merupakan keturunan langsung salah satu Gubernur Hindia Belanda. Siapa tahu?

Tak jauh dari pintu masuk terdapat diorama yang menggambarkan Peristiwa Penangkapan Pangeran Wijayakrama (Pangeran Jayakarta III) dan Penyerangan Kraton Jayakarta (30 Mei 1619).

Penangkapan Pangeran Wijayakrama (dok. pribadi)
Penangkapan Pangeran Wijayakrama (dok. pribadi)
Terdiri dari dua lantai, koleksi Museum ini terdiri dari perabot dan peralatan rumah tangga, senjata, lukisan, keramik, patung, peta dan buku-buku. Hal aneh terjadi saat istri saya hendak mengabadikan rak buku di lantai dua. Meski sudah berkali-kali mencoba, istri saya gagal ,engambil potret lemari buku tersebut. Padahal untuk mengambil gambar lain sama sekali tidak ada masalah. Dengan gawai saya sendiri, saya tak mengalami kesulitan untuk memotret ukiran yang terdapat pada lemari buku tersebut.

Ornamen lemari buku di lantai dua (dok.
Ornamen lemari buku di lantai dua (dok.
Sebelum menuju pintu keluar, terdapat beberapa replika prasasti yang ditemukan di sekitar Batavia/Jakarta, misalnya Prasasrti Tugu yang berasal dari kerajaan Tarumanegara abad 5M.

Di pintu keluar, kita akan menemukan patung Hermes (Yunani) atau Mercurius (Romawi) memunggungi pengunjung yang hendak turun dari tangga belakang. Sebelumnya, patung ini terletak di Jembatan Harmoni yang menghubungkan Jl. Ir. H. Juanda dengan Jl. Veteran sebelum dipindahkan ke halaman belakang Museum ejarah Jakarta. Patung yang kini berada di Jembatan Harmoni merupakan duplikat dari patung aslinya.

Patung Hermes yang berasal dari Jembatan Harmoni dilihat dari tangga pintu belakang (dok.
Patung Hermes yang berasal dari Jembatan Harmoni dilihat dari tangga pintu belakang (dok.
Saat turun dari museum, Kompasianer Erni Pakpahan menyusul. Seperti Mbak Muthiah,saya sudah pernah bertemu dengan Kompasianer muda ini dalam acara Ngoplah di Pal Merah Barat.

Jadilah kami berenam melongok-longok sel penjara bawah tanah Museum Fatahilah. Dalam ruangan-ruangan yang sempit, pengap dan rendah itu konon dulu diisi antara 50 -- 70 tahanan. Segala kegiatan dilakukan di dalam sel tersebut, termasuk buang air kecil dan besar. Tak heran banyak tehanan yang gagal keluar hidup-hidup dari sana. Konon lagi, mayat-mayat tahanan kemudian dilemparkan ke dalam sumur yang terdapat di halaman belakang tersebut. Pangeran Diponegoro dan Tjoet Njak Dhien pernah ditahan di penjara ini.

Setelah puas melihat-lihat, kami berenam mengaso sejenak sambil menunggu satu orang Kompasianer lagi. Tak lama kemudian beliau yang dnanti-nanti muncul juga. Meski sama-sama berpangkat admiral di komunitas Indo Starstrek, namun beliau lebih senior dalam segala hal dari saya termasuk usia, sehingga saya tak lagi menjadi yang tertua di situ.

Karena peserta acara Jelajah Museum Kota Tua Bersama CLICKompasiana kini komplit sebanyak tujuh orang dari rencana delapan, maka selanjutkan kami menuju ke Museum Seni Rupa dan Keramik yang letaknya tak jauh dari Museum Sejarah Jakarta.

 

Bandung, 23 September 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun