secangkir teh, habiskan berdua
pintar berkisah, mengalir lepas
aku terkikik mengumbar tawa
mungkin pertanda bukan berkelas
ceritakan tentang cita-cita
membumbung terbang tinggi ke langit
katamu kan mengajakku serta
mengambil sepotong bulan sabit
o, bulan sabit yang terselubung—
awan kelabu pembawa mendung!
(7)
awan kelabu pembawa mendung!
sadarkah, sudah tujuh purnama
aku menanti, jubah kerudung—
lapuk koyak diterpa cuaca?
masih menanti, ketika bayang
menjadi nyata di ujung jalan—
kau! akhirnya kembali pulang
kau berlari, aku rebah pingsan
lorong cahaya, butakan mata
o, ibu! ulurkan lah tanganmu,
satu suara menahan jiwa
mata terbuka, jumpa rupamu.
wajahmu begitu dekat, nyata
bermula dari canda biasa
Â
Bandung, 19 Desember 2015
Â