Mohon tunggu...
Ayah Farras
Ayah Farras Mohon Tunggu... Konsultan - mencoba menulis dengan rasa dan menjadi pesan baik

Tulisan adalah bagian dari personal dan tak terkait dengan institusi dan perusahaan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Surat Cinta Kala Kecil

25 Maret 2023   22:30 Diperbarui: 26 Maret 2023   00:21 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi itu mentari sangat lepas sekali sinarnya. Tak ada masalah yang akan muncul sepertinya kalau melihat gelagatnya. Seperti biasanya sarapan jadi ritual penting yang mesti dilakukan. Bawa mangkok beling tak lupa dengan sendoknya. Ah ketupat sayur Le Mitri begitu panggilan akrabku dan juga lainnya jadi favorit aku dan juga warga Kebon Obat kala itu.  

Diselingi untaian syair lagu dangdut dari kediaman rumah kawanku Wahyu serasa meramaikan pagi itu dengan sound yang terdengar menggoda agak menggelegar. Biasanya lagu Mansyur.S yang kala itu memang sering diputar termasuk bagi sebagian warga lainnya. 

"Le, lontong sayur pakai bakwan ya, sambalnya dikit aja", kata aku sambil melihat ke belakang ternyata antrian sudah lumayan panjang pagi itu. Memang harus diakui lontong sayur Le Mitri memang sangat tersohor rasa dan ceritanya apalagi lopis ketan dengan taburan gula arennya yang menggoda selera pagi.

 Le Mitri dengan santainya mengangguk dan sambil disela obrolan lain seputar cerita kampung pagi itu. Alhamdulillah semangkuk lomtong sayur sudah ditangan tinggal waktunya menyantap di rumah dengan nikmat sekalipun tersadar belum mandi. Memang ternyata kebiasaan juga sih sarapan tapi belum mandi.

Kadang kulihat ada dalam antrian lontong le Mitri ada juga yang menyandang handuk. "Pasti juga belum mandi" pikirku. padahal yang menyandang handuk itu banyak juga orang dewasa. Pasti mengejar kuota lontong sayur yang memang tak sampai 10 pagi sudah habis seperti biasanya.

Jam terasa cepat berlari dan masuk pukul 10.00. Ahh, mandi lebih segar rasanya karena sudah sarapan lontong sayur. 

Mandi juga jadi seperti ritual yang dialami sehari-hari karena memang harus antri juga. Ya, namanya juga sumur dengan bilik kamar mandi yang digunakan bergantian. 

Sumur yang ada disebelah rumahku sangat segar air tanahnya. Apa karena sumur itu sangat berdekatan dengan kali yang selalu ada air mengalir?

Semua yang mau mandi jelas saja mesti peras tenaga dengan menimba air di sumur dan menuang ke ember atau langsung menuang ke wadah dalam kamar mandi. Momen siang selalu milik aku dan kawan-kawan yang senasib sekolah siang.

Bagi orang dewasa tentu sangat mudah menuang air dari air yang ditimba ke wadah yang ada di kamar mandi. Lantas bagaimana bagi aku dan kawan-kawan yang masih pendek dan tak sampai manjangkau wadah di kamar mandi? tentu air dari timbaan bisa dituang dalam ember atau bak di samping sumur.Tak perlu mandi di bilik cukup mandi bareng di sekitaran sumur timba saja.

Akhirnya semua riang karena satu persatu dari aku maupun kawan-kawan bisa mandi bersama dari hasil timbaan masing-masing. Mandinya juga tanpa memakai apa-apa alias telanjang, namanya juga anak-anak.

Beberapa saat waktu kunikmati mandi dan tertawa, sesekali Komar kawanku yang memang dituakan karena umurnya lebih diatas dua tahun menyiram air dari samping dengan gayungnya. Riri juga tak kalah serunya berendam di bak penuh air yang luber tumpah karena terus mengobak airnya naik turun.

Kebiasaan ini memang sering dilakukan karena banyak kawan-kawan yang punya jam masuk sekolahnya siang. Jadi santai saja menikmati kebersamaan mandi hingga menjelang jam 12 siang. Kecipak air meningkat tensi tawa dan aksi yang lucu-lucu juga dari mulai menumpahkan shampo Tancho ke bak Riri sampai menyabuni mata dari kawan-kawan yang lengah.

Keseruan ini sepertinya mulai berakhir. Komar paling tersadar akan situasi itu. Aku dan lainnya belum sadar kalau situasi sudah berubah seratus depan puluh derajat pas.

Komar beranjak dari dekat ember miliknya yang sudah mulai sedikit airnya. Kita semua jelas masih dalam situasi menikmati mandi tanpa pakaian apapun. Dari arah lorong gang yang mengarah ke sumur nampak bayangan menuju arah kita semua. 

Mar, mo kemana? tanya aku penuh penasaran begitu juga kawan-kawan lainnya. "Sebentar, kita sepertinya ada tamu nih" kata Komar dengan tegang menyampaikan kabar itu dengan muka bingung.

Rupanya sang bayangan di ujung lorong itu seperti memberi tanda memanggil Komar. tak lama Komar mengambil handuknya bergegas hampiri sosok itu. Dari jarak sekitar lima meter kita amati sosok misterius tersebut yang dengan masih mengenakan kostum SD-nya. Dari pandangan jarak tersebut seperti sosok itu menyerahkan sesuatu seperti amplop surat putih, dugaanku.

Aku dan sebagian kawan lainnya masih di situasi menunggu kelanjutan kabar sesekali meraih gayung dan mengguyur tubuh dengan air.

*****************************

Riri masih terus menimba air sumur untuk memenuhi baknya yang mulai surut airnya.

Tak lama Komar datang kembali ke riungan kita dan mengatakan hal mengejutkan. " Ket, ini ada surat dari Kiky. Katanya khusus buat elo dan mesti dibaca sekarang," Kata komar menyebut namaku sambil melempar senyum buat semuanya yang ada. 

Ah, apa iya. apa iya Kiky itu yang tadi datang? teriak aku sambil muncul rasa malu sekalipun masih pada usia kecil yang sedang mandi bersama.

Masih dalam situasi menikmati mandi jelang siang masuk sekolah kubuka surat itu didepan kawan-kawan. Ah, memang benar ternyata surat itu dari Kiky.  Tersadar aku kini masuki pancaroba rasa dan fase yang sudah dewasa menurutku kala itu. Tersentak dengan rasa campur aduk malu, senang dan juga kikuk tingkat dewa.

Rasanya kejadian itu membuat perombakan masa-masa kecil bersama kawan-kawan yang juga sudah saatnya masuk ke alam baru. Tanpa ada komando buatku ya saatnya momen mandi tersebut jadi momen terakhir. 

Ada ketakutan dan juga malu yang menghantui yaitu takutnya kalau lagi-lagi Kiky akan datang di momen yang sama. Akhirnya momen mandi bersama tercatat di hari itu bagiku.

(Isk)

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun